OJK Diminta Berikan Disinsentif Agar Bank Kecil Mau Merger

Saat Insentif Kurang Ampuh Paksa Industri Turuti Imbauan

Kamis, 14 Desember 2017, 09:54 WIB
OJK Diminta Berikan Disinsentif Agar Bank Kecil Mau Merger
Foto/Net
rmol news logo Jumlah bank di Indonesia yang mencapai ratusan men­jadi kurang efisien dalam segi operasional. Berbagai upaya pun dilakukan guna menekan jumlah bank, misalnya melalui merger. Namun, sejumlah pihak menilai langkah merger tidak akan pernah mudah. Karena itu dibutuhkan insentif bagi bank agar mau melakukan merger.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah bilang, pemerintah perlu memberikan insentif fiskal untuk mendorong bank-bank di Indonesia melaku­kan penggabungan usaha atau merger.

Per September 2017, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terdapat 116 bank umum yang beroperasi di Indonesia. Jumlah tersebut terbilang ekstrem di kawasan Asia.

"Misalnya, kalau bank merger mendapatkan pengurangan pa­jak. Itu salah satunya. Sehingga ada rangsangan bagi bank untuk sukarela melakukan merger," ucapnya di Jakarta, kemarin.

Selain insentif perbankan, lanjut Halim, OJK juga perlu lebih keras lagi mendorong perbankan untuk merger demi efisiensi. Menurut Halim, Indo­nesia lebih membutuhkan bank yang memiliki banyak jaringan dibandingkan jumlah bank yang banyak. Terlebih lagi akses per­bankan ke seluruh masyarakat Indonesia masih terbatas.

"Dengan perkembangan teknologi keuangan digital, masalah akses perbankan sebe­narnya bisa diatasi,"  imbuhnya.

Rata rata jumlah bank di Asia sangat sedikit. Di Malaysia mis­alnya, hanya ada 4-5 bank. Filipi­na pun sama, apalagi Singapura. "Makanya saya tekankan, jarin­gannya harus diperluas bukan jumlah banknya,"  kata Halim.

Jumlah bank yang banyak terse­but, kata Halim, disebabkan oleh kebijakan deregulasi perbankan di era Orde Baru atau Paket ke­bijaksanaan Oktober 1988 (Pakto 1988). Kala itu, mendirikan bank baru hanya membutuhkan modal Rp 10 miliar.

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) A Tony Prase­tiantono menilai, marger di sektor perbankan memang san­gat diperlukan. Hal tersebut guna menghadapi tantangan dan persaingan global dari sektor perbankan.

"Bank kecil, saya nilai lebih baik merger saja, karena hold­ing bank BUMN yang digagas Kementerian BUMN sifatnya hanya sementara, karena tidak menyatu sama sekali, jadi hanya buang-buang waktu. Jadi lebih baik dimerger," kata Tony saat ditemui Rakyat Merdeka.

Selain itu, konsolidasi per­bankan juga dirasa perlu guna mempercepat penyederhanaan jumlah perbankan di Indonesia. Tony menilai, idealnya sebuah negara hanya memiliki mak­simal 50 bank umum. Namun, hingga saat ini jumlah bank di Indonesia tercatat masih seban­yak 116 bank.

"Konsolidasi perbankan mer­upakan suatu keharusan, tidak bisa ditawar lagi. Indonesia punya bank harusnya maksimal 50 bank, tapi kalu bisa hanya 20 bank lebih bagus lagi," tambah Tony.

Senada, Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede melihat, merger perbankan di Indonesia cukup mendesak un­tuk dilakukan, mengingat masih tingginya biaya operasional industri perbankan secara umum yang menurunkan daya saing.

Dan menurutnya, daripada memberikan insentif, sebaiknya OJK memberikan disinsentif untuk bank yang tidak melaku­kan merger, khususnya bagi kelompok Bank Umum Kat­egori Usaha (BUKU) I ataupun II yang memiliki modal inti di bawah Rp 5 triliun.

"Pasalnya, insentif yang diberikan sejauh ini belum cu­kup ampuh untuk mendorong perbankan melakukan merger. Disinsentif itu misalnya, untuk bank yang tidak memenuhi persyaratan permodalan sekian, bank tidak bisa memberikan pinjaman," ujar Josua kepada Rakyat Merdeka.

Tak hanya itu, ketentuan Basel III yang mensyaratkan pengua­tan modal perbankan sebenarnya bisa memacu bank-bank kecil untuk bergabung.

Namun, bank bisa saja ogah merger karena penggabungan tidak hanya dalam hal keuangan, namun juga untuk segala aspek, termasuk sumber daya manusia.

"Mungkin ada sumber daya manusia yang tidak akan terser­ap atau cocok karena budaya kerjanya juga akan berbeda, fokus dan segmentasinya juga bisa berbeda," ujarnya.

Sebelumnya, Bank Indone­sia (BI) memberikan insentif bagi bank yang melakukan merger atau konsolidasi. Sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/6/PBI/2017, BI dapat memberikan kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Primer yang wajib dipenuhi secara harian kepada bank yang melakukan merger atau konsoli­dasi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA