Seperti diketahui, Garuda teken kontrak paket Platform Teknologi Operasi dan Awak Pesawat Sabre Airline Solutions pada akhir 2016 untuk mengganÂtikan sistem lama. Paket aplikasi ini digadang-gadang menyemÂpurnakan pelacakan pesawat, kontrol dan pencegahan gangÂguan serta operasi manajemen awak kabin.
Menurut Alvin, peralihan sistem tidak mulus. DampakÂnya Garuda kesulitan melaÂcak keberadaan dan jam kerja crew maupun pesawat. Terjadi Mismatch antara crew dengan pesawat. "Ada crew, (tapi) tak ada pesawat dan sebaliknya. Crew juga kesulitan akses info apakah hari ini off, standby, atau terbang. Kalau terbang, terbang jam berapa, kemana dan pakai pesawat yang mana," ujar Alvin.
Dia menyayangkan manajeÂmen kurang cermat melaksanaÂkan peralihan sistem.
Pada kesempatan ini, Alvin mengkritik struktur manajemen Garuda. Menurutnya, struktur direksi tidak sesuai perundang-undangan yang berlaku.
DaÂlam Board of Directors (BOD) Garuda saat ini tidak ada direktur operasi, direktur teknik dan peraÂwatan. Sebaliknya, ada jabatan baru yakni direktur produksi dan direktur kargo. "Itu tidak diangkat dalam RUPS, dan itu tidak sesuai dengan perundangan yang berlaku. Ini sudah berbulan-bulan tapi Garuda tidak menyelenggarakan RUPS untuk mengangkat. Dua direktur itu ada, tapi tidak diangkat dalam RUPS, sehingga ada kelemahan aspek legal," beber Alvin.
VP Corporate Secretary Garuda Indonesia, Hengki HeÂriandono mengamini pihaknya mengalami gangguan sistem. Namun hal tersebut akibat dampak erupsi Gunung Agung. Bencana tersebut membuat ada buka tutup bandara di Bali dan Lombok. "Karena s melakuÂkan penjadwalan secara masif, sehingga mengganggu sistem operasional penerbangan kami," terangnya. ***
BERITA TERKAIT: