"Deflasi terjadi karena pada Agustus harga komoditas menunjukkan adanya perbaikan. Penurunan harga pangan memÂberikan kontribusi besar terjadi deflasi," kata kepala BPS Kecuk Suhariyanto kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Dia yakin, jika tidak ada kebiÂjakan pemerintah, harga pangan bisa bergerak liar seperti bulan-bulan sebelumnya.
Kecuk menyebutkan kelomÂpok bahan makanan terjadi deflasi mencapai 0,14 persen. Dirincikannya, penyumbang deflasi terbesar adalah bawang merah dengan penuÂrunan harga 11,79 persen sehingga memberikan andil 0,07 persen. Harga bawang putih menurun 13,70 persen, dengan memberikan andil 0,05 persen. Kemudian ikan segar, beberapa sayuran, tomat, cabai rawit 0,02 persen. Bayam wortel, kelapa andilnya 0,01 persen.
Untuk kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan terjadi deflasi sebesar 0,67 persen.
Sementara itu, untuk inflasi terjadi pada kelompok makaÂnan jadi dan rokok sebesar 0,26 persen. Kemudian, sandang inÂflasi 0,32 persen, meliputi emas perhiasan, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan olah raga.
Dari 82 kota Indeks Harga Konsumen (IHK) terdapat 47 kota yang mengalami deflasi dan 35 kota inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Ambon sebesar 2,08 persen, terendah di Samarinda 0,03 persen. Inflasi tertinggi di Lhoksmawe sebesar 1,09 persen, dan terendah di Batam 0,01 persen.
Tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Agustus) 2017 tercatat menjadi sebesar 2,53 persen. Dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Agustus 2017 terhadap Agustus 2016) sebesar 3,82 persen.
Kecuk mengatakan, untuk pergerakannya dari tahun sebelumnya, bulan Agustus ini pergerakan inflasinya lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya 2016 dan 2015 di bulan yang sama. Namun demikian, dia mengingatkan kepada pemerintah tetap harus berhati-hati menjaga inflasi karena pada Desember nanti akan terjadi pengeluaran besar-besaran mengingat ada momen Natal dan libur panjang.
Sementara itu, Ekonom
InstiÂtute for Development of EcoÂnomics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memiliki pandangan lain dari data yang dirilis BPS.
Dia menangkap ada penurunan daya beli di masyarakat.
"Lihat inflasi inti atau core inflation bulan Agustus, sebesar 0,28 persen. Itu terendah dalam 9 tahun terakhir di periode yang sama. Ini fakta bahwa deflasi terÂjadi bukan karena pengendalian harga. Tapi, dari sisi permintaan terus menurun," kata Bhima.
Kemudian deflasi pada sektor transportasi, menurut Bhima, hal yang wajar karena tarif angkutan sudah kembali normal pasca Idul Fitri.
"Sebaiknya Pemerintah meliÂhat lebih detail penyebab deflasi. Jangan terburu-buru bilang sebagai keberhasilan pemerintah," cetusnya. ***
BERITA TERKAIT: