Para petani melakukan unjuk rasa dari pagi hingga sore hari di tiga lokasi. Pertama, di depan Istana Negara. Kemudian di kanÂtor Kementerian Perdagangan (Kemendag). Dan terakhir di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam aksinya, para petani melakukan orasi yang inti isinya memprotes kebijakan pemerinÂtah yang selama ini dianggap tidak berpihak kepada mereka. Selain itu, mereka melakukan aksi membuang gula sebanyak 100 kilogram (kg) untuk meluÂapkan kekecewaannya.
Protes terhadap kebijakan pemerintah menetapkan HET gula Rp 12.500 per kg sebeÂnarnya sudah lama disuarakan. Bahkan, sejak pertama kali keÂbijakan itu dikeluarkan, mereka menyampaikan protes ke berbaÂgai pejabat terkait. Salah satunya mendatangi Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Para petani merasa dirugiÂkan dengan penetapan HET Rp 12.500 per kg. Harga tersebut dinilai terlalu tipis dengan Biaya Produksi Petani (BPP) sebesar Rp 10.600 per kg, sehingga margin untuk distribusi mepet. Akibatnya, harga gula di level petani anjlok, kerap ditawar rendah. Para pedagang membeli gula di bawah Rp 10.000. Bahkan, sampai jatuh di harag Rp 9.100 per kg.
"Aksi ini (unjuk rasa) adalah upaya kita untuk memperjuangÂkan kesejahteraan. Semoga pemerintah bisa mendengar apa yang kita inginkan dan minta selama ini," ujar Sekretaris Jenderal Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Nur Khabsyin.
Dalam unjuk rasa ini, para petani menyampaikan 16 tunÂtutan. Antara lain, menuntut pemerintah menaikkan HET gula menjadi Rp 14.000 per kg. Mereka juga menuntut Harga Patokan Petani (HPP) gula tani dinaikkan menjadi Rp 11.000 per kg, hentikan impor gula berÂlebihan dan tindak tegas pelaku rembesan gula rafinasi.
Tuntutan lainnya adalah naikÂkan rendemen rata-rata minimal 8,5 persen revitalisasi pabrik gula milik BUMN. Dan, menunÂtut pemerintah mempermudah penyaluran subsidi pupuk, bibit unggul, dan kredit.
Selain soal perbaikan harga gula, Khabsyin bilang, pihaknya kembali menyoroti rembesan gula rafinasi karena ternyata di lapangan masalah itu masih banyak terjadi. "Yang melakuÂkan aksi membuang gula itu dari petani Kudus. Mereka kecewa harga jatuh sangat rendah. Kami menuntut pengawasan yang lebih ketat," pintanya.
Menurut aturan, lanjutnya, gula rafinasi merupakan gula yang hanya diperuntukkan buat kebutuhan industri makanan dan minuman (mamin), dan dilarang dijual bebas di pasaran. Namun kenyataannya, banyak gula rafiÂnasi merembes ke pasar umum.
Sementara itu, pihak KeÂmendag belum ada yang mau memberikan pandangan soal tuntutan petani. Sejumlah peÂjabat terkait saat dihubungi tak bersedia memberikan komentar. Sebelumnya, Kemendag berjanji akan melakukan evaluasi kebiÂjakan HET secara berkala.
Percepat Revitalisasi Di tempat terpisah, Komisi VI DPRkemarin menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) memÂbahas revitasisasi pabrik gula milik BUMN dan hasil produksi gula petani yang tidak terserap di pasar karena berkualitas renÂdah. Mereka yang hadir dalam rapat ini antara lain, Direktur Utama PTPN III, VII, IX, X, XI, Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), Ketua Umum APTRI dan Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN.
Rapat tersebut menghasilkan beberapa keputusan. Antara lain, Komisi VI DPR meminta Kementerian BUMN segera menyelesaikan roadmap revitalisasi pabrik-pabrik gula milik BUMN dan melakukan koorÂdinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, dengan memÂpertimbangkan aspirasi petani tebu di daerah lokasi pabrik gula yang masih tinggi minatnya menanam tebu.
Selain itu, Komisi VI DPR meÂminta kementerian BUMN untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada PT PerkeÂbunan Nusantara II (Persero) beÂserta anak anak perusahaan. PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) beserta anak-anak perusahaan juga diminta segera melakukan perbaikan manajeÂmen dalam pengendalian mutu (quality assurance) berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 68/PERMENTAN/OT 14/06/2013 mengenai pemberÂlakuan SNI 3140.3:2010 dan Amandemen 1.2011 secara waÂjib. ***
BERITA TERKAIT: