"Itu tidak
apple to apple jika membandingkan utang Indonesia dengan Jepang atau Amerika Serikat (AS) karena jelas berbeda. Negara itu memiliki utang mayoritas dikuasai penduduknya sendiri. Sementara Indonesia, 39 persen dikuasai asing," kata Ekonom Indef Bhima Yudhistira kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Dia menilai, pemerintah merasa aman karena utang berada di posisi 28 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sedangkan Jepang mencapai 200 persen dari PDB. MenuÂrutnya, sikap aman itu perlu dikoreksi.
Bhima menilai, negeri Sakura lebih layak merasa aman meskipun mencapai 200 persen dari PDB karena 70 persen utang itu dimiliki penÂduduk sendiri. Artinya, ketika kondisi perekonomian memÂburuk, uang masih beredar di negerinya sendiri.
"Bagaimana dengan IndoÂnesia? Jika kondisi ekonomi Indonesia bergejolak, maka semua uang akan kabur karena 39 persen utang dikuasai asing. Dampaknya ekonomi akan terÂguncang. Ini harus dibedakan," terangnya.
Selain soal perbandingan dengan negara lain, Bhima juga mengkritik dalil pemerintah yang menyebutkan utang bukan masalah sepanjang dimanfaatkan untuk kegiatan yang produktif.
Menurut Bhima, utang InÂdonesia salah satunya adalah untuk ambisi proyek infrastrukÂtur. Bahkan, subsidi pun dipoÂtong untuk membiayai inÂfrastruktur. Sayangnya, proyek infrastruktur yang dibangun di Indonesia dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurutnya, hal tersebut justru kontraproduktif dengan tujuan pemerintah untuk menarik utang.
"Kalau dikuasai BUMN, utang itu hanya akan dirasaÂkan manfaatnya oleh BUMN. Bukan ke masyarakat. ReÂkomendasinya adalah segera diperbaiki. Jangan infrastrukÂtur dikuasai BUMN, beriÂkan ksempatan swasta untuk proyek infrastruktur," pungÂkasnya. ***
BERITA TERKAIT: