Koordinator Aliansi Petani Indonesia (API) Loji Nurhadi menilai, kebijakan penetapan HET beras rentan merugikan petani. Menurutnya, meskipun tujuan dari kebijakan tersebut menjaga stabilitas harga beras di hilir. Namun, diproyeksikan kebijakan tersebut akan mempengaruhi harga di tingkat hulu.
"Adanya acuan harga (HET) maka akan terjadi perubahan harga di hilir. Ini tentu akan mempengaruhi, harga di tingkat petani juga akan menyesuaiÂkan (turun-red)," proyeksi Loji kepada
Rakyat Merdeka, pada akhir pekan.
Selain itu, Loji menilai, kebiÂjakan HET belum mempertimÂbangkan berbagai persoalan yang dihadapi petani. Dijelaskannya, petani menghadapi beban biaya produksi yang fluktuasi yang dipengaruhi harga pupuk, alat pertanian, benih, dan pergantian musim. Misalnya, produksi pada musim kemarau yang biasanya rendah.
"Biaya produksi musim keÂmarau tinggi karena hasil panen rendah. Sementara dengan adanya HET, harga penjualan akan tetap saja. Artinya, petani akan menderita kerugian karena sulit menjual harga lebih tinggi," terangnya.
Loji meminta pemerintah lebih mengefektifkan program bantuan untuk petani, bila ngoÂtot ingin tetap melaksanakan kebijakan HET beras. Jangan sampai petani paling terbebani kebijakan stabilitas pangan.
Sementara itu, Ketua Bidang Tanaman Pangan Kontak Tani dan Nelayan Andalan Indonesia Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Fajar Pamuji pasrah dengan keputusan pemerintah menetapkan HET beras. Meskipun diakuinya kebijakan terseÂbut masih jauh dari usulan yang diinginkan petani. "Kita terima karena sudah diputuskan, walau itu kalau dijalankan akan rentan merugikan petani," ungkapnya.
Dia memperkirakan, penetapan HET beras medium Rp 9.450 per kilogram (kg) dapat menekan harga Gabah Kering Panen (GKP) di petani menjadi Rp 4.725 per kg dari harga saat ini sekitar Rp 5.000 per kg.
Fajar mengatakan, penurunan harga gabah tersebut akan mempengaruhi kinerja petani. Apalagi, saat ini petani belum mampu menangani serangan hama wereng yang cukup masif. Selain itu, petani juga sedang menghadapi penurunan produkÂtivitas. "Harga Gabah Kering mencapai Rp 5.000 per kilo karena kualitasnya bagus. Tapi sekarang mutu gabah sedang turun. Masalah ini harus menjadi perhatian dengan adanya HET," pintanya.
Seperti diketahui, KementeÂrian Perdagangan (Kemendag) menetapkan HET beras mulai 1 September. HET ditetapkan berdasarkan jenis beras dan zonasi. Untuk zona Jawa, Lampung, dan Sumatera, HET beras medium dipatok Rp 9.450 per kg dan jenis premium Rp 12.800 per kg.
Sementara, untuk Sumatera selain Lampung dan Sumatera Selatan, untuk jenis medium Rp 9.950 per kg, sedangkan premium Rp 13.300 per kg. Bali dan Nusa Tenggara Barat, beras medium Rp 9.450 per kg, dan jenis premium Rp 12.800 per kg. Nusa Tenggara Timur, jenis medium Rp 9.950 per kg dan premium Rp 13.300 per kg. SuÂlawesi, jenis medium Rp 9.450 per kg, sedangkan premium Rp 12.800 per kg. Kalimantan, jenis medium Rp 9.950 per kg, dan premium Rp 13.300 per kg. Serta, Maluku dan Papua, jenis medium Rp 10.250 per kg sedangkan premium Rp 13.600 per kg.
Siap Evaluasi Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Tjahya Widayanti menegaskan siap mengevaluasi kebijakan HET beras jika dalam pelaksanaannya memberikan efek buruk. "HET beras bisa dievaluasi kapan saja. Jadi tidak harus menunggu enam bulan sekali seperti seperti minyak," katanya.
Soal kendala produkai pertanian, Tjahya menyerahkan masalah itu ke Kementerian Pertanian. "Soal produksi tanyanya ke KementeÂrian Pertanian," cetusnya.
Sementara itu, Menteri PerÂtanian Andi Amran Sulaiman menjamin ketersediaan beras di Tanah Air. "Kalau ini (kebijakan HET) kita akan jaga. Insyaallah tidak ada lagi nanti gejolak harga yang biasa terjadi setiap Lebaran atau Tahun Baru. Sama-sama kita saksikan, kita nikmati bersama saat Ramadan tahun ini, harga beras terbaik selama 10 tahun terakhir. Kita harus jaga ini agar jauh lebih sempurna untuk Ramadan berikutnya," katanya. ***
BERITA TERKAIT: