Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Shinduwinata mengataÂkan, sistem yang diterapkan di Indonesia masih terbilang beranÂtakan. "Artinya, tidak memiliki sinergi antar instansi dan lainÂnya," ujarnya, kemarin.
Ia mencontohkan, pada instansi kepolisian belum memperbaharui daftar kendaraan yang masih aktif. Padahal, banyak kendaraan yang sudah tidak beroperasi, tapi masih disebut aktif. "Memerlukan banÂyak perbaikan, pungutannya juga tidak jelas," kata dia.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto mengeluhÂkan, kebijakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang masih tinggi. Pajak ini membuat penÂjualan sulit naik.
"Akibatnya harga menjadi mahal dan tidak terjangkau. SeÂhingga hanya jenis mobil murah (
Low Cost Green Car/LCGC) dan MPV (
Multi Purpose VeÂhicle) yang laku," kata Jongkie.
Ia memperkirakan, penjualan tahun depan akan naik 5 persen dibanding tahun ini. Terkait dengan investasi baru tahun depan maupun penambahan kapasitas pabrik otoÂmotif khususnya mobil, belum ada.
Ketua Tim Ahli Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengataÂkan, dirinya memiliki beberapa catatan terhadap situasi saat ini. "Kondisi infrastruktur dalam negeri yang masih jauh dari beÂberapa negara lain," ujarnya.
Menurut dia, regulasi yang terlalu banyak juga menjadi hambatan perkembangan indusÂtri otomotif. Padahal, dari sisi penegakan hukum masih lemah sehingga investasi terus tertahan. "Indonesia masih dianggap kerumitan dari sisi luar biasa. Padahal sudah banyak regulasi. Tapi impelementasi tidak seperti yang dikatakan," ungkapnya.
Ia mencontohkan, izin domisili yang setiap tahun harus diperÂbaiki. Kami setiap tahun kalau mau minta izin, yang diminta izin domisili. Padahal pabrik mobil atau motor bukan keong yang bisa pindah-pindah,†ungkapnya.
Ia juga mengeluhkan, adanya regulasi yang mengatur investasi puluhan miliar harus mempunyai restu dari Ketua RT/ RW setÂempat. "Ketidakpastian hukum yang berubah, sering menjadi momok," tukas dia.
Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, bergejolaknya penÂjualakan industri otomotif sangat dipengaruhi kebijakan pemerintah. Namun, sayangnya kebijakan peÂmerintah kontraproduktif dengan kondisi industri otomotif.
"Naik turunnya penjualan sampai positif-negatif, situasÂinya tidak menentu sekali. Dua tahun terakhir pertumbuhan minus," kata Faisal.
Beberapa kebijakan yang memengaruhi industri otomotif, yakni kebijakan soal perpajakan, insentif program LCGC, BBM, dan bea masuk. "Jadi banyak yang tidak melihat bahwa naik-turunnya otomotif lebih banyak disebabkan kebijakan pemerinÂtah," tambah Faisal.
Khusus sepeda motor, menuÂrut Faisal, dalam tiga tahun belakangan mengalami tekanan cukup berat. Puncaknya, berada di 2016. "Jadi kalau pajak dituÂrunkan permintaan naik. Kalau BBM naik tajam, otomotif langÂsung berasa," tukasnya. ***
BERITA TERKAIT: