"Jadi semua masalah yang timbul, apakah di eksplorasi, apakah di cadangan yang rendah, kemudian masalah-masalah lainnya, saya kira ini semua terjadi karena UU Migas nomor 22 tahun 2001 itu yang menjadi biang keladi menurut saya," ujarnya dalam diskusi "Menanti Revisi UU Migas" di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (29/10).
Sebab, UU tersebut sangat liberal. Diantaranya adalah menempatkan Migas sebagai komoditi pasar.
"Ini jelas bertentangan dengan pasal 33 UUD 45 yang mestinya dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," tegasnya.
Menurut dia, UU Migas menempatkan Pertamina sebagai salah satu unit usaha yang sama dengan perusahaan asing yang lain.
"Sehingga dia harus bersaing dalam setiap perebutan. Pertamina selalu kalah," sesalnya.
Karenanya, aturan yang merugikan semacam itu harus diubah. Terlebih saat ini Pertamina sudah sangat mampu mengelola sektor minyak dan gas di Indonesia.
"Kalau UU ini tidak segera dirubah, maka segala persoalan yang ada di industri Migas ini tidak akan pernah terselesaikan disini," tutupnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: