Pengusaha Minta Proses Penerbitan IUP Dievaluasi

Praktik Suap & Tambang Ilegal Menjamur

Senin, 29 Agustus 2016, 09:51 WIB
Pengusaha Minta Proses Penerbitan IUP Dievaluasi
Foto/Net
rmol news logo Pengusaha mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali proses penerbitan izin usaha pertambangan (IUP). Sulit dan panjangnya proses mendapatkan IUP dinilai justru membuat praktik suap dan pertambangan ilegal menjamur di berbagai daerah.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Ladjiman Damanik mengatakan, banyak pengusaha pertambangan yang kesulitan untuk mendapatkan IUP. Ma­kanya, kata dia, praktik suap dan tambang ilegal menjamur di daerah pertambangan.

"Praktik suap dan tambang ilegal ini karena pengusaha kesulitan mendapatkan IUP. Se­hingga mereka mengambil jalan pintas dengan menyuap kepala daerah agar IUP cepat didapat," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Seperti diketahui, sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam se­bagai tersangka kasus penerbitan IUP. Nur Alam diduga menerima suap Rp 58 miliar untuk mener­bitkan Surat Keputusan (SK) dan izin dalam sektor pengelo­laan sumber daya alam.

Ia mengungkapkan, saat ini proses untuk mendapatkan IUP masih sangat sulit dan panjang. "Proses mendapatkan IUP ini sulit sekali. Panjang sekali pros­esnya mulai dari pusat hingga daerah," katanya.

Ia menjelaskan, pengusaha pertambangan harus menga­jukan permohonan ke Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Provinsi. Kemudian diturunkan ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mendapatkan rekomen­dasi.

"Belum lagi biaya kepenguru­san yang mahal. Selain itu masih banyak lagi proses pengajuan dengan syarat yang tidak mudah mulai dari syarat pemetaan, izin lokasi, studi kelayakan, rekla­masi. Masih banyak lagi yang lainnya," tuturnya.

Ia meminta, pemerintah men­gevaluasi kembali dan me­mangkas proses perizinan yang menyulitkan pengusaha menda­patkan IUP. "Selain itu lebih baik izin pertambangan dipegang gubernur karena merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat," katanya.

Ia juga meminta, pemerintah memperketat pengawasan secara menyeluruh terhadap pemberian izin pertambangan yang sebe­lumnya karut-marut di tangan wali kota dan bupati. "Saya ber­harap gubernur bisa mengontrol hal tersebut," ungkapnya.

Selain itu, Ladjiman men­gatakan, setuju jika pemerin­tah menggandeng KPK guna memberantas praktik suap di sektor pertambangan. "KPK dan Kementerian ESDMjuga harus meningkatkan lagi pengawasan dan tegas terhadap tambang ilegal," tukasnya.

Wakil Ketua KPK Laode MSyarif mengaku, telah mem­berikan rekomendasi kepada semua kepala daerah agar tata kelola yang dilakukan sesuai aturan. Sektor sumber daya alam memang merupakan salah satu sektor yang rawan akan permainan kotor antara pihak eksekutif dengan korporasi.

"KPK sudah memberikan rekomendasi utuh pada semua gubernur yang memiliki tam­bang melalui kajian dan Gerakan Nasional SDA(Sumber Daya Alam)," ucap Laode.

Ia juga meminta, kemente­rian dan lembaga agar dalam memberikan izin pertambangan harus diperhatikan dengan benar sistem tata kelola dan peraturan di dalamnya. "Semoga tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran lagi," tegas Syarif.

Tunggakan Rp 4 Triliun

Direktur Penerimaan Min­eral dan Batubara Kementerian ESDM Jonson Pakpahan menga­takan, sampai saat ini pihaknya masih mengumpulkan data IUP dari pemerintah daerah. Menu­rutnya, setelah data terkumpul, kemungkinan besar nilai tungga­kan berada di atas Rp 4 triliun.

"Yang sudah diketahui macet itu sekitar Rp 4 triliun. Nanti setelah selesai pemetaan saya pikir angka itu bisa naik lagi," ujarnya.

Adapun dari tuggakan yang sudah diketahui, beberapa IUP masih mengajukan keberatan dengan pemeriksan yang telah dilakukan. Selain itu, banyak juga yang mengajukan cara pembayaran dengan mencicil.

Bahkan, di antara IUP-IUP tersebut ada yang sudah pindah alamat, sehingga pemerintah sulit melakukan penagihan.

Selain dari IUP, pemerintah juga mencatat ada kewajiban keuangan yang belum dibayar oleh para pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Perjanjian Batubara (PKP2B) senilai lebih dari Rp 21 triliun. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA