Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Ladjiman Damanik mengatakan, banyak pengusaha pertambangan yang kesulitan untuk mendapatkan IUP. MaÂkanya, kata dia, praktik suap dan tambang ilegal menjamur di daerah pertambangan.
"Praktik suap dan tambang ilegal ini karena pengusaha kesulitan mendapatkan IUP. SeÂhingga mereka mengambil jalan pintas dengan menyuap kepala daerah agar IUP cepat didapat," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diketahui, sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam seÂbagai tersangka kasus penerbitan IUP. Nur Alam diduga menerima suap Rp 58 miliar untuk menerÂbitkan Surat Keputusan (SK) dan izin dalam sektor pengeloÂlaan sumber daya alam.
Ia mengungkapkan, saat ini proses untuk mendapatkan IUP masih sangat sulit dan panjang. "Proses mendapatkan IUP ini sulit sekali. Panjang sekali prosÂesnya mulai dari pusat hingga daerah," katanya.
Ia menjelaskan, pengusaha pertambangan harus mengaÂjukan permohonan ke Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Provinsi. Kemudian diturunkan ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mendapatkan rekomenÂdasi.
"Belum lagi biaya kepenguruÂsan yang mahal. Selain itu masih banyak lagi proses pengajuan dengan syarat yang tidak mudah mulai dari syarat pemetaan, izin lokasi, studi kelayakan, reklaÂmasi. Masih banyak lagi yang lainnya," tuturnya.
Ia meminta, pemerintah menÂgevaluasi kembali dan meÂmangkas proses perizinan yang menyulitkan pengusaha mendaÂpatkan IUP. "Selain itu lebih baik izin pertambangan dipegang gubernur karena merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat," katanya.
Ia juga meminta, pemerintah memperketat pengawasan secara menyeluruh terhadap pemberian izin pertambangan yang sebeÂlumnya karut-marut di tangan wali kota dan bupati. "Saya berÂharap gubernur bisa mengontrol hal tersebut," ungkapnya.
Selain itu, Ladjiman menÂgatakan, setuju jika pemerinÂtah menggandeng KPK guna memberantas praktik suap di sektor pertambangan. "KPK dan Kementerian ESDMjuga harus meningkatkan lagi pengawasan dan tegas terhadap tambang ilegal," tukasnya.
Wakil Ketua KPK Laode MSyarif mengaku, telah memÂberikan rekomendasi kepada semua kepala daerah agar tata kelola yang dilakukan sesuai aturan. Sektor sumber daya alam memang merupakan salah satu sektor yang rawan akan permainan kotor antara pihak eksekutif dengan korporasi.
"KPK sudah memberikan rekomendasi utuh pada semua gubernur yang memiliki tamÂbang melalui kajian dan Gerakan Nasional SDA(Sumber Daya Alam)," ucap Laode.
Ia juga meminta, kementeÂrian dan lembaga agar dalam memberikan izin pertambangan harus diperhatikan dengan benar sistem tata kelola dan peraturan di dalamnya. "Semoga tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran lagi," tegas Syarif.
Tunggakan Rp 4 TriliunDirektur Penerimaan MinÂeral dan Batubara Kementerian ESDM Jonson Pakpahan mengaÂtakan, sampai saat ini pihaknya masih mengumpulkan data IUP dari pemerintah daerah. MenuÂrutnya, setelah data terkumpul, kemungkinan besar nilai tunggaÂkan berada di atas Rp 4 triliun.
"Yang sudah diketahui macet itu sekitar Rp 4 triliun. Nanti setelah selesai pemetaan saya pikir angka itu bisa naik lagi," ujarnya.
Adapun dari tuggakan yang sudah diketahui, beberapa IUP masih mengajukan keberatan dengan pemeriksan yang telah dilakukan. Selain itu, banyak juga yang mengajukan cara pembayaran dengan mencicil.
Bahkan, di antara IUP-IUP tersebut ada yang sudah pindah alamat, sehingga pemerintah sulit melakukan penagihan.
Selain dari IUP, pemerintah juga mencatat ada kewajiban keuangan yang belum dibayar oleh para pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Perjanjian Batubara (PKP2B) senilai lebih dari Rp 21 triliun. ***
BERITA TERKAIT: