Sepak terjang Susi yang diÂanggap membuat gerah para maling ikan negara asing, karena menangkap dan menenggelamÂkan kapal para pencuri ikan di wilayah perairan Indonesia, cukup fenomenal.
Selain itu, belakangan perseteruan yang mencuat terkait penÂgelolaan Blok Natuna pun, semÂpat membuat Susi mengancam mengundurkan dari kabinet, jika dia diperlakukan tidak adil dalam menjalankan tugas-tugas dan kewenangannya.
Koordinator Bidang Energi dan Sarana Prasarana DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Siswaryudi Heru menyampaikan, Susi harusmembuktikan berjalannya proÂgram-program kelautan dan perikanan yang telah dirintis dan dijalankannya. Dengan mengedepankan kedaulatan Indonesia, sektor kelautan dan nelayan harus tetap menjadi prioritasnya.
Sejauh ini, ujarnya, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak mempercayakan pengeloÂlaan sektor kelautan dan perikaÂnan negara ini kepada Susi.
"Sejauh ini, semua program yang dirancang dan yang sedang dijalankan, masih dalam alur Nawacitanya presiden. Susi juga masih terus melakukan revolusi mental di sektor kelautan dan perikanan," papar Siswaryudi.
Selain menguasai persoalan kebijakan kelautan dan perikaÂnan hingga ke soal-soal teknis, Susi juga dianggap sebagai salah satu menteri yang berani melawan kepentingan asing, yang hendak merangsek ke sektor kelautan dan perikanan Indonesia.
Jadi, lanjutnya, secara teknis pun Susi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program nelayan yang sedang dirancang dan maupun yang sedang berÂjalan. "Misalnya, program penÂgadaan listrik yang terjangkau bagi pulau-pulau dan nelayan kecil di seluruh Indonesia. Itu harus tetap dilakukan," papar Siswaryudi.
Bahkan, investasi di sektor kelautan dan perikanan yang sedang dirancang Susi harus berÂwujud nyata dan berdaya guna langsung bagi nelayan.
Misalnya, kata dia, Susi bisa segera melakukan akselerasi dan serius mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, serta perwujudan peneranÂgan listrik 35 ribu Megawatt. Apalagi, anak-anak bangsa kini dinilai sudah mampu mencipÂtakan Mini Terminal
Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair. Terminal ini pun sudah bisa dioperasikan di pulau-pulau dan daerah-daerah terpencil di seluruh Indonesia, terutama di basis-basis nelayan kecil.
Siswaryudi menyatakan, neÂlayan kecil dan masyarakat Indonesia yang menghuni dan beraktivitas di pulau-pulau kecil dan terpencil, sudah bisa segera diterangi listrik.
Dengan mengembangkan dan memenuhi kebutuhan listrik penduduk nelayan di pulau-pulau, akan memperkuat posisi dan daya tahan Indonesia, unÂtuk menjaga keutuhan wilayah NKRI, sekaligus menghadapi persaingan masyarakat ekonomi Asean (MEA) yang sedang berÂlangsung.
Biaya mewujudkan ketersediaan listrik ini pun, lanjutnya, tidak mahal. Sebab dengan ukuran kapal-kapal terapung untuk listrik yang terjangkau, mobilitasnya juga baik untuk menjangkau pulau-pulau.
Menurut Heru, pemerintah bisa mewujudkannya dengan meminta PLN, bekerja sama dengan penduduk nelayan, dan pihak-pihak yang sudah memiÂliki potensi.
"Listrik sekarang sangat terÂjangkau. Hanya sekitar Rp 63 per watt. Jepang saja mau memÂbantu Indonesia cuma-cuma, agar listrik bagi nelayan di puÂlau-pulau terpencil terpenuhi," ujarnya. ***
BERITA TERKAIT: