Menurutnya hal tersebut bisa dilihat mulai dari akses internet dalam generasi kedua (2G) di telepon seluler. Saat itu, kata Fahmi, internet di telepon seluler hanya bisa menyajikan gambar atau foto dan tulisan saja karena kapasitasnya.
"Begitu 3G (generasi ketiga), data semakin besar diupload. Maka masuk ke era marketplace. Jual baju, buku, misalnya amazon.com. Masuk 4G, itu masuk video on demmand. Terus berkembang sesuai dengan meningkatkan teknologi dan kapasitasnya itu. Kemudian berkembang secara global," terang Fahmi dalam diskusi bertema "Amuk Taksi, Ekonomi Kreatif, dan Revolusi Digital" di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (26/3).
Fahmi menambahkan, meningkatnya akses internet dalam telepon seluler tersebut membuat bisnis online menjadi daya pikat tersendiri. Bahkan bisnis tersebut sekarang merambah ke seluruh aspek kebutuhan seperti transportasi.
Menurutnya kehadiran transportasi berbasis online, seperti Uber dan Grab maupun Go-Jek tidak dapat dibendung lantaran permintaan dan sistem teknologi yang semakin berkembang. Tidak menutup kemungkinan ke depan, di Indonesia akan ada jasa pembantu rumah tangga berbasis online.
Fahmi melanjutkan, fenomena bisnis online tersebut sesuai perjalanannya mulai mengerucut menjadi local on demmand atau lebih kepada bisnis lokal.
"Sebenarnya bisnis online itu predictable, tidak mengagetkan," ujar Fahmi
Terkait mengenai aksi unjuk rasa dilakukan supir taksi konvensional yang meminta menutup aplikasi taksi online dan mempertegas pemerintah terhadap regulasi transportasi berbasis online, Fahmi menilai hal tersebut hanya sebuah aksi spontanitas. Unjuk rasa tersebut dirasanya tidak akan terjadi jika masyarakat, khususnya pelaku bisnis konvensional melihat peluang akses internet bisa menunjang bisnisnya tanpa harus ada perbedaan.
"Yang kemarin itu riak atau gejolak saja," sebut Fahmi.
[wid]
BERITA TERKAIT: