Bagi Ekonom dari Sustainable Development Indonesia (SDI), Dradjad Wibowo, penundaan Browse tanpa batas waktu menjadi bukti bahwa teknologi FLNG diragukan kelayakan ekonomi dan finansialnya. Di Indonesia, Shell merupakan investor yang disebut akan menangani pembangunan kilang Blok Masela dengan cara terapung atau laut (
Offshore).
"Tidak tanggung-tanggung, yang ragu-ragu adalah investor proyek FLNG terbesar di dunia saat ini, yaitu proyek Browse. Saya jadi menyangsikan profesionalisme dan kapasitas Kementerian ESDM dan SKK Migas yang selama ini ngotot FLNG itu sangat layak dan jauh lebih murah," jelas dia dalam perbincangan dengan
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (24/3).
Shell adalah pemimpin dalam teknologi FLNG, yang baru mulai dipakai dalam proyek FLNG pertama di dunia, yaitu Prelude di Australia. Shell, kata Drajad, memang berambisi memperluas pemakaian teknologi tersebut dalam proyek-proyek lanjutan seperti Browse dan Masela.
"Mereka dan saya sama-sama buta tentang teknologi FLNG. Ini barang baru, belum diuji. Kenapa mereka (ESDM dan SKK Migas) bisa ngotot? Sekarang setelah Browse ditunda tanpa batas waktu, saya tantang Kemen ESDM dan SKK Migas untuk memberi penjelasan yang cerdas. Berani? Bisa?" demikian Dradjad Wibowo.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo baru-baru ini mengumumkan bahwa Blok Masela akan dibangun di darat (
Onshore). Dengan begitu, kemungkinan pemerintah akan mencari investor baru, di luar Shell dan Inpex.
[sam]
BERITA TERKAIT: