Penyerapan Tenaga Kerja di IHT Masih Tinggi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 11 Februari 2016, 09:32 WIB
Penyerapan Tenaga Kerja di IHT Masih Tinggi
foto :net
rmol news logo Kinerja Industri Hasil Tembakau (IHT) tetap kinclong di tengah kelesuan ekonomi dan juga maraknya PHK di berbagai sektor industri.

Riset yang dilakukan Ernst and Young bebeberapa waktu lalu menyebutkan, saat ini ada 5,98 juta orang terlibat secara langsung dan tidak langung di industri rokok.

Riset juga menyebut, total pekerja yang terlibat di industri rokok tumbuh sebesar 60 ribu pekerja dari 5,92 juta pekerja di tahun 2009 menjadi 5,98 juta orang di 2014.

Selanjutnya, diperkirakan 2,1 juta anggota rumah tangga yang menggantungkan hidup pada pertanian cengkeh. Selain itu, perkebunan cengkeh jugamenyerap lebih dari 1 juta petani cengkeh dengan total nilai industri cengkeh di kisaran lebih dari Rp 20 triliun.

Analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menilai, survei itu memberi bukti bahwa IHT tetap solid di tengah perlambatan ekonomi.

"IHT relatif kuat karena terintegrasi dan tidak banyak bergantung terhadap bahan baku impor. Walaupun ada komposisi impor, namun bahan baku lokal tetap sangat besar," ujar Daeng di Jakarta.

Daeng menjelaskan, saat ini banyaknya perusahaan ambruk lebih karena masalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Itu lantaran kondisi bahan baku impor yang mencapai 70 persen sehingga membebani keuangan.

"Berbeda dengan rokok walaupun terjadi perlambatan ekonomi, tapi orang mengonsumsi produk ini sehingga relatif stabil saja, efek pelemahan tidak dampak signifikan," tegas Daeng. 

Daeng menyebut, dari sisi revenue IHT mencapai Rp 540 triliun maka tak heran kontribusi cukai juga bisa mencapai Rp 140 triliun, jauh melampaui kontribusi sektor migas yang hanya puluhan triliun. Apalagi saat ini dengan dengan harga minyak makin anjlok maka kontribusi ke negara juga makin menciut.

Ia menilai masalahnya, pemerintah memang tidak pernah mau perduli dengan pengembangan IHT. Pemerintah hanya menginginkan dari sisi kontribusi ekonominya semata.

"Pemerintah yang diurusin uangnya saja. Pemerintah tidak urus pertanian tembakau, tidak urus perdagangan tembakau, hingga peningkatan kapasitas petani," kritik Daeng.

Menurut Daeng, saat ini merupakan era industri rokok dan petani tembakau harus diberi penghormatan. Sejatinya, mereka inilah yang membuat Presiden Jokowi bertahan dan pemerintah punya uang dari kontribusi cukai yang besar.

"Ternyata sektor tembakau yang membuat Presiden Jokowi bisa duduk di istana. Kalau tidak ada IHT dan petani pemerintah sudah tidak bisa ngapa-ngapain, kalau surat utang pemerintah  tidak laku, mungkin ekonomi Indonesia ibaratnya tinggal celana kolor," tandas Daeng.[wid]
 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA