Kereta Cepat Jakarta-Bandung Kurang Perencanaan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 25 Januari 2016, 19:38 WIB
Kereta Cepat Jakarta-Bandung Kurang Perencanaan
ilustrasi/net
rmol news logo Pemerintah disarankan untuk mematangkan kajian tentang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung agar tidak mangkrak di tengah jalan.

Anggota Komisi VI DPR H Refrizal, mengatakan proyek tersebut sebaiknya ditunda hingga 10 tahun mendatang.

"Lakukan evaluasi komprehensif. Buat perencanaan yang matang, misal, kereta cepat untuk Jakarta-Surabaya dengan Bandung sebagai salah satu koridornya," jelas dia dalam keterangannya, Senin (25/1).

Refrizal bilang, sebenarnya proyek kereta cepat belum merupakan prioritas. Ada sejumlah insfrastruktur yang pembangunannya lebih mendesak untuk didahulukan, seperti proyek perbaikan jalan di Papua, proyek jalan Trans Sulawesi, atau jalan Trans Kalimantan.

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Danang Parikesit juga berpendapat senada. Kata dia, pemerintah harusnya membuat studi makro yang komprehensif terkait proyek tersebut.

"Sekarang ini semua fokus pada analisis finansial dan fiskal. Sebenarnya urutan yang benari adalah investment appraisal, financing appraisal, dan procurement appraisal. Lah ini kan dimulai dari yang paling bontot,” jelasnya.

Ditambahkannya, pemerintah belum menghitung dengan baik eksposur risiko yang maha besar seperti risiko permintaan, pendapatan, biaya, kebijakan, dan governance. Pemerintah memposisikan proyek High Speed Train (HST) di Jawa ini sebagai instrumen transformasi ekonomi dimana Pulau Jawa masih service island sehingga industrial development lebih cepat didorong ke luar Jawa.

"Kalau itu alasannya maka mungkin ada justifikasi proyek high speed train di Jawa. Setelah itu proyek serupa di Sumatera pada 2025 dan Sulawesi di 2035. Konektivitas luar Jawa tidak akan bisa tanpa transformasi di Jawa. Biaya investasi di Sulawesi misalnya saat ini dua kali di Jawa untuk industri serupa, apalagi di Papua bisa enam hingga delapan kali. Selalu ada tekanan fiskal untuk quick yielding,” demikian Danang. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA