Rencana Skema Feed In Tarif Diapresiasi Pengusaha Geothermal

Jumat, 18 Desember 2015, 04:40 WIB
Rencana Skema Feed In Tarif Diapresiasi Pengusaha Geothermal
ilustrasi/net
RMOL. Rencana pemerintah menerapkan skema feed-in tarif dalam pembelian listrik ataupun uap yang dihasilkan dari panas bumi didukung. Skema tersebut dianggap sebagai solusi dari mandeknya pembangunan panas bumi di Indonesia yang terkendala soal harga beli oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) selama ini.

Ketua Asosiasi Pengusaha Geothermal, Abadi Purnomo mengatakan bahwa dengan skema ini seluruh resiko sudah dihitung sehingga penentuan tarif akan berdasarkan kapasitas terpasang.  

"Jadi tarif ini nanti harus bisa diterima kedua belah pihak, PLN dan pengusaha," katanya seperti disebutkan dalam surat elektronik yang diterima redaksi, Jumat (18/12).

Menurut Purnomo, apresiasi ini juga mengemuka dalam siskusi Dewan Energi Nasional bertema "Percepatan Pengembangan Panas Bumi Dalam Rangka Menunjang Target Pencapaian Bauran Energi 2025" di Bandung, kemarin. "Dengan penerapan ini, maka target pembangkit panas bumi untuk mencapai 7,1 giga watt pada 2025 akan bisa terlaksana. PLN juga harus menerima karena ini termasuk penugasan dari negara. Jadi [feed in tariff] ini jalan keluar," katanya.

Selama ini PLN sulit membeli listrik panas bumi dengan harga baik karena alasan regulasi UU BUMN yang mengharuskan melakukan sejumlah efisiensi. "Artinya kalau PLN mau membeli listrik di atas harga jual rata2 (Rp1200/kwh) maka itu akan jadi pertanyaan," jelasnya.

Sementara jika PLN membeli batubara yang murah, saat ini lembaga pendanaan dari luar kecuali China sudah enggan membiayai. "Power plant dari batubara sudah stop di luar, China juga sudah menghentikan karena pencemarannya sudah parah," katanya.

Abadi mengakui di sisi pengusaha jika pemenuhan kapasitas panas bumi hingga 7,1 gigawatt bukan hal mudah lantaran Indonesia memiliki sejumlah kendala dibanding negara lain. Dari sisi lokasi saja keberadaan titik panas bumi memiliki dukungan infrastruktur. "Pengusaha harus bangun jalan dulu, itu biayanya luar biasa," katanya.

Karena itu jika skema feed in tarif ini segera diberlakukan mulai 2016 mendatang maka perkara negoisasi antara pengusaha dan PLN yang kerap sulit mendapat jalan keluar tidak akan terjadi. "Pemerintah harus hadir dalam Perpres mengenai tarif ini, Insyaallah ini bisa mengakselerasi pengembangan panas bumi," ujarnya.

Anggota Unsur Pemangku Kepentingan Dewan Energi Nasional Andang Bachtiar menilai skema ini bisa menunjukan keberpihakan yang jelas pemerintah terhadap pengembangan energi terbarukan. "Sehingga perkara harga itu memang harus jelas, ini selalu masalah tarif antara BUMN dengan pengusaha, BUMN dengan BUMN. Ini memang tidak bisa bisnis ke bisnis," paparnya.

Menurutnya dalam rencana jangka panjang di DEN, keberpihakan pada energi terbarukan harus makin jelas. Dia menilai agar ini terakselerasi, subsidi BBM yang dikurangi pemerintah bisa dialihkan ke sektor panas bumi dan energi alternatif lain. "Kalau kita sudah sama-sama sepakat going green, subsidi untuk energi terbarukan itu harus jalan," katanya.

Skema feed  in tarif, menurutnya bisa menolong kinerja pengembangan panas bumi di lapangan. Perkara PLN enggan mengikuti skema tersebut karena dianggap rugi, Andang tidak sepakat. "Itu bukan kerugian, itu prestasi. Ini paradigmanya harus dirubah, kalau terikat UU BUMN harus cari untung ya tergantung komisarisnya, pemerintah sendiri. Jadi mudah-mudahan [skema] ini bisa [diterima]," katanya.

Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Irfan Zainuddin menilai rencana pemerintah tersebut merupakan hal positif bagi perkembangan usaha. "Negara-negara di luar juga sudah menerapkan ini, kita tinggal lihat negara mana saja yang berhasil dalam pengembangan geothermal," katanya.

Saat ini para pengusaha sudah menunggu momen dan kebijakan yang tepat terkait tarif yang menguntungkan kedua belah pihak. Jika 2016 feed  in tarif sudah bisa diberlakukan maka pihak PGE memastikan rencana kerja korporasi makin terakselerasi. "Target kami di 2025, 2,3 giga watt bisa terpenuhi," katanya.

PGE sendiri mengaku dibanding perusahaan lain cukup agresif menggarap target kapasitas panas bumi. Sampai 5 tahun ke depan pihaknya berharap kapasitas terus bertambah dari proyek yang sudah berjalan. "Dengan kebutuhan dana investasi yg besar tentunya kita berharap harga listrik juga menarik untuk menjamin pengembalian dan kemampuan untuk berkembang. Makanya soal harga ini butuh campur tangan pemerintah," ujarnya.

PGE berkomitmen mendukung pemerintah dalam mengembangkan energi terbarukan, khususnya geothermal. Campur tangan pemerintah dalam soal tarif menurutnya sangat penting karena ini terkait keberlangsungan sejumlah proyek pembangkit di Indonesia yang sedang berjalan. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA