"Pemerintah harus menahan harga jual, jangan diturunkan," kata Direktur Pusat Studi Kebijakan Indonesia (Puskepi) Sofyano Zakaria dalam keterangannya di Jakarta.
Dengan menahan besaran harga jual yang ada saat ini, menurut dia, pemerintah bersama Pertamina bisa mengelola keuntungan dari selisih harga tersebut dan dipergunakan sebagai dana cadangan untuk dana stabilitasi BBM yang akan dipergunakan ketika harga minyak dunia naik kembali.
Masih menurut Sofyano, pemerintah juga perlu menetapkan formula harga jual BBM. Pemerintah harus bisa menjelaskannya kepada masyarakat sehingga mereka paham berapa keuntungan dan kerugian yang dialami Pertamina ketika harga minyak dunia turun dan naik kembali.
"Dengan formula harga tersebut, pemerintah harus tegas dan konsekuen menetapkan margin yang diberikan kepada Pertamina dan kepada mitranya dalam menyalurkan BBM," jelasnya.
Margin inilah yang menjadi hak penuh Pertamina namun tidak terhadap keuntungan yang diperoleh dari selisih harga pengadaan, pengilangan dan distribusi dibanding dengan harga beli minyak dunia yang turun itu.
"Turunnya harga minyak dunia pada dasarnya bukanlah berkah bagi bangsa ini, tetapi sekaligus ancaman terhadap perekonomian negeri kita," tambah Sofyano.
Menurut dia, jika harga minyak terus turun di bawah harga pokok produksi, perusahaan minyak di Indonesia akan menghentikan produksinya dan berdampak semakin banyaknya PHK (pemutusan hubungan kerja). Ia menjelaskan, harga pokok produksi minyak di Indonesia di kisaran 25-30 dolar AS per barel, sehingga menjadi ancaman bagi perusahaan minyak dalam negeri.
Harga minyak kemungkinan akan terus turun, apalagi Amerika Serikat (AS) sudah banjir dengan
shale oil-nya dan juga
shale gas. Biaya produksi
shale oil Amerika sangat murah, yakni sekitar 5-10 dolar AS/barel atau jauh lebih murah dari biaya produksi minyak fosil. Di sisi lain, lanjut dia, negara-negara Arab penghasil minyak terbesar di dunia ini juga tetap berambisi untuk tidak mengurangi produksinya.
"Apalagi biaya pokok produksi mereka lebih murah ketimbang negara-negara lain, yaitu sekitar 5-10 dolar AS/barel," tuntasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: