Presiden Direktur Center of Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri mewanti-wanti bila kurs rupiah sampai ke level Rp 16 ribu per dolar AS, pemerintah akan menghadapi masa-masa sulit.
"Ada beberapa hal yang bisa terjadi. Perbankan atau industri non bank terancam bankrut," kata Deni kepada di Jakarta, Selasa (25/8).
Berdasarkan simulasi
stress test yang dilakukan CBC, kata Deni, hasilnya cukup mengejutkan. Apabila nilai tukar rupiah ambrol sampai Rp 15 ribu per dolar AS dan IHSG merosot 20 persen, maka salah satu perusahaan asuransi bakal gulung tikar.
"Tapi mohon maaf saya tidak bisa sampaikan namanya," kata Deni tanpa menyebutkan nama asuransi tersebut.
Hanya saja, kata Deni, asuransi yang terancam ini, sebagian besar sahamnya dimiliki oleh bank pelat merah.
Apabila rupiah terus melemah sampai menembus Rp 16 ribu per dolar AS, kata Deni, hasil
stress tes menyebut adanya tiga bank kelas menengah terancam kolaps.
"Tapi, semuanya bisa diatasi. Dalam hal ini, pemerintah harus gerak cepat. Solusi jangka pendek adalah segera buat protokol krisis yang jelas dan tegas," kata Deni.
Pemerintah lanjut Deni, juga harus menunjukkan kewibawaannya dengan tegas. Jangan seperti saat ini kepercayaan terhadap pemerintah lemah.
"Kalau sekarang ini, rupiah sangat
fragile atau rentan karena bangsa ini mempunyai daya saing yang lemah hampir di semua sektor. Ini harus diperkuat. Bagaimana caranya? Saya kira banyak langkah yang bisa ditempuh," kata Deni.
Deni juga menyayangkan banyak kebijakan Bak Indonesia yang tidak terarah dan tidak terukur dalam mengatasi melemahnya rupiah.
:Bahkan saat ini ini pasar nggak ada
direction dari BI. Nggak ada
firm statement dari Gubernur Bank Indonesia seperti Zeti Gubernur Bank Malaysia
kan firm dan jelas apa yang dia mau lakukan," kritiknya.
BI menurut dia, harus
firm terutama untuk meyakini para ibu rumah tangga dan perusahaan kecil.
"Kita bergantung kepada BI untuk mendorong perekonomian. Kalau Fed melakukan QE (
quantitative easing) untuk mendorong ekonomi karena memang Fed yang punya
resources. Termasuk cetak uang. Pertanyaannya, sekarang BI lakukan apa sekarang?," tanya Deni.
[wid]
BERITA TERKAIT: