YLKI: Kemenkes Tidak Konsisten Soal Pembalut Berklorin!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 10 Juli 2015, 12:57 WIB
YLKI: Kemenkes Tidak Konsisten Soal Pembalut Berklorin<i>!</i>
foto:net
rmol news logo Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyayangkan sikap Kementerian Kesehatan yang menyatakan bahwa pembalut dan pantyliner berklorin aman.

"Kemenkes tidak konsisten dan menabrak aturan yang dibuatnya," kata Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (10/7).

Tulus menjelaskan, klorin merupakan bahan berbahaya sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 472 Tahun 1996 tentang Pengamanan dan Pengawasan Bahan Berbahaya.

Peraturan tersebut, kata Tulus, memang tidak menyebutkan bahwa klorin berbahaya jika dikonsumsi. Tapi secara umum, klorin sebetulnya berbahaya dalam penggunaan karena beracun dan iritatif.

"Sebagai bahan yang beracun dan iritatif, tentu ada batas maksimum untuk penggunaannya. Namun, Kemenkes justru menyatakan pembalut berklorin aman, tanpa batas sedikit pun," sesalnya.

Padahal, menurut Tulus, sudah banyak dokter kandungan yang secara tegas menyatakan klorin melalui pembalut yang digunakan sangat berbahaya bagi kandungan dan alat reproduksi perempuan. Klorin bisa menimbulkan gatal-gatal, iritatif, bahkan infertisilitas karena karsinogenik.

"Karena itu, YLKI mendukung dan mendesak rencana Badan Standarisasi Nasional (BSN) yang akan merevisi Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang pembalut. YLKI meminta SNI pada pembalut memasukkan klorin sebagai bahan terlarang, setidaknya ada ambang batas maksimum," ujarnya.

Menurut Tulus, ambang batas klorin pada pembalut di beberapa negara sudah diatur. Amerika Serikat misalnya, merekomendasikan batas maksimum klorin pada pembalut 0,1 ppm.

"Saat ini, pembalut nyaris menjadi kebutuhan pokok bagi perempuan. Sekitar 118 juta perempuan Indonesia, 67 juta di antaranya adalah perempuan subur, memerlukan pembalut. Itu artinya kebutuhan pembalut di Indonesia tidak kurang dari 1,4 miliar per bulan," katanya.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA