Meneg BUMN Tak Dipecat, Serikat Pekerja Ancam Aksi Slow Down di Seluruh Pelabuhan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 04 Juli 2015, 08:56 WIB
Meneg BUMN Tak Dipecat, Serikat Pekerja Ancam Aksi <i>Slow Down</i> di Seluruh Pelabuhan
rmol news logo Hitungan bulan saja ekonomi nasional bisa mengalami kebangkrutan. Apalagi dengan adanya hutang negara akumulatif sejak era Sukarno yang bertambah dengan pesat hingga melewati Rp 3 ribu triliun.

"Sebenarnya kepedulian Jokowi terhadap masalah perlambatan ekonomi cukup tinggi hal ini ditunjukan dengan aksi blusukan Jokowi ke jantungnya ekonomi suatu negara maritim yaitu pelabuhan pelabuhan untuk memastikan efisiensi dan efektifitas kelancaran arus barang dan jasa," papar Presidium Nasional FSP BUMN Bersatu, Arief Poyuono melalui keterangan tertulisnya, pagi ini (Sabtu, 4/7).

Hanya saja, kritik dia, kepedulian Jokowi terhadap pelabuhan tidak dibarengi kerja yang efektif dan efisien dari Menteri BUMN, Rini Soemarno yang membawahi manajemen operator pelabuhan. Termasuk, terkait hal ini, Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan yang membawahi regulator pelabuhan.

Arief mencontohkan, ketidakmampuan direksi Pelindo II menangani lambatnya waktu bongkar dan muat (dwelling time) di pelabuhn Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja, Tanjung Priuk, yang justru direspon Menteri BUMN dengan cara tidak bermutu.

"Ini sebenarnya akumulasi dari bentuk protes Serikat Pekerja di pelabuhan yang akhirnya melakukan Gerakan Slow Down agar mereka sadar kalau pekerja pelabuhan adalah bagian terpenting yang harus diperhatikan," beber Arief.

Lebih lanjut, Arief menjelaskan, arus barang di pelabuhan tidak lancar kebanyakan karena dokumen kurang lengkap, di samping itu kondisi Priok yang sangat semrawut juga turut andil. Belum lagi penumpukan barang/kontainer di Container Yard. Padahal seharusnya terminal peti kemas seperti JICT dan TPK Koja diposisikan hanya untuk bongkar muat, sedangkan untuk penumpukan kontainer di luar pelabuhan sehingga lancar di wilayah sekitarnya.

"Tetapi karena banyaknya kepentingan bisnis pejabat Pelindo di bidang Ekspedisi Kuatan Kapal Laut akhirnya seenak jidatnya mereka menggunakan Countainer yard gratis," kecamnya.

Tak hanya itu persoalannya, lanjut Arief, Serikat Pekerja TPK Koja dan JICT pernah mendesak agar Direktur Pelindo 2, RJ Lino transparan dalam hal perpanjangan konsensi kontrak terminal petikemas dengan Huntchison Port Holding (Hongkong)  pada 2 Juni 2015 lalu karena dinilai sangat merugikan pihak Indonesia. Untuk diketahui, pasca penandatangan perpanjangan konsensi, ada tagihan tidak jelas dari Dirut Pelindo 2 sebesar 200 juta dolar AS kepada Hunchinson Port Holding.

"Tagihan itu ditagih kepada manajemen TPK Koja Dan JICT, ini hal yang mencurigakan," ujar Arief.

Untuk itulah, FSP BUMN Bersatu berencana akan melaporkan kejanggalan perpanjangan kontrak konsensi tersebut ke Mabes Polri, KPK dan Kejaksaan Agung. Terpenting pula, FSP BUMN Bersatu mendesak Jokowi untuk segera memecat direksi Pelindo 2, Rini Soemarno dan Jonan dari jabatan mereka.

"Dalam waktu 1 x 7 hari Jokowi tidak merespon maka FSP BUMN Bersatu akan terus mendukung aksi kerja slow down di seluruh pelabuhan Indonesia oleh Serikat Pekerja," ancamnya.[wid]  

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA