"Harus dubah dan diperbaiki. Koordinasi antar instansi buruk sekali. Itu yang menyebabkan waktu tunggunya panjang," kata Ketua Komisi VI DPR Hafiz Tohir di Jakarta.
Dia mengatakan, Presiden harus ganti pelaksana lapanganÂnya. "Jika tidak berhasil baru ganti dirutnya. Masih banyak kader bangsa yang lebih baik dan lebih pintar dari mereka," kata Hafiz.
Anggota Komisi V DPR Nurhayati Monoarfa mengatakan, pejabat yang gagal mencapai KPI Presiden, tidak boleh mendapatÂkan bonus atau tantiem.
"Bisa juga diminta mundur. Tapi KPI itu harus sudah tertuÂlis dalam pengangkatan," kaÂta Nurhayati.
Presiden Jokowi sebelumnya mengungkapkan kemarahannya ketika menyaksikan aktivitas bongkar muat di PT Pelindo II pada 17 Juni lalu. Kepala NegÂara menyebutkan
dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok adaÂlah terlama di Asia sehingga menÂjadi penyebab kerugian Rp 780 triliun akibat pengelola pelabuhan sebagai eksekutor kurang tanggap dan tidak profesional.
Sebaliknya, Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost LiÂno mengaku, ada sandiwara besar yang kini terjadi di Pelabuhan TanÂjung Priok, terutama menyangkut mekanisme ekspor impor.
Lino menyebutkan, ada pihak-pihak yang bersandiwara untuk menyudutkan Presiden Jokowi terkait lamanya masa tunggu bongkar muat barang.
Dia menuding lamanya dwellÂing time bukan terletak pada pengelola pelabuhan, tetapi peÂmerintah dalam hal ini delapan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. Di antaranya, Badan Karantina Kementerian PertaniÂan, Badan Karantina Perikanan, BPOM, Kementerian KesehaÂtan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Lebih lanjut Nurhayati memÂbandingkan
dwelling time di TanÂjung Priok dengan Singapura. Menurut dia, Negeri Merlion itu jauh lebih cepat dibanding Tanjung Priok karena di sana telah memberÂlakukan sistem
one-stop service untuk aktivitas
clearance.Pelabuhan Tanjung Priok, kata dia, pernah menerapkan sistem
naÂtional single window (NSW) unÂtuk aktivitas single submission data information,
single and synchronous processing of data information dan single decision making for custom release and clearance of cargo. Namun, tidak berjalan mulus.
"Sistem ini perlu ditinjau kembali agar dapat memenuhi permintaan percepatan
dwelling time. Semua pihak yang terlibat wajib menggunakan single sysÂtem," jelas Nurhayati. ***