Bakal Dievaluasi, Bos Pelindo Janji Perbaiki Birokrasi Priok

Senin, 29 Juni 2015, 09:38 WIB
Bakal Dievaluasi, Bos Pelindo Janji Perbaiki Birokrasi Priok
Presiden Jokowi/net
rmol news logo Presiden Jokowi diminta mencopot pejabat pelabuhan yang gagal memenuhi Key Performance Indicator (KPI) atau Indikator Kinerja Utama (IKU) yang ditetapkan. Saat ini, dwelling time bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok sekitar 5,5 hari, sedangkan di Singapura hanya dua hari.

"Harus dubah dan diperbaiki. Koordinasi antar instansi buruk sekali. Itu yang menyebabkan waktu tunggunya panjang," kata Ketua Komisi VI DPR Hafiz Tohir di Jakarta.

Dia mengatakan, Presiden harus ganti pelaksana lapangan­nya. "Jika tidak berhasil baru ganti dirutnya. Masih banyak kader bangsa yang lebih baik dan lebih pintar dari mereka," kata Hafiz.

Anggota Komisi V DPR Nurhayati Monoarfa mengatakan, pejabat yang gagal mencapai KPI Presiden, tidak boleh mendapat­kan bonus atau tantiem.

"Bisa juga diminta mundur. Tapi KPI itu harus sudah tertu­lis dalam pengangkatan," ka­ta Nurhayati.

Presiden Jokowi sebelumnya mengungkapkan kemarahannya ketika menyaksikan aktivitas bongkar muat di PT Pelindo II pada 17 Juni lalu. Kepala Neg­ara menyebutkan dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok ada­lah terlama di Asia sehingga men­jadi penyebab kerugian Rp 780 triliun akibat pengelola pelabuhan sebagai eksekutor kurang tanggap dan tidak profesional.

Sebaliknya, Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Li­no mengaku, ada sandiwara besar yang kini terjadi di Pelabuhan Tan­jung Priok, terutama menyangkut mekanisme ekspor impor.

Lino menyebutkan, ada pihak-pihak yang bersandiwara untuk menyudutkan Presiden Jokowi terkait lamanya masa tunggu bongkar muat barang.

Dia menuding lamanya dwell­ing time bukan terletak pada pengelola pelabuhan, tetapi pe­merintah dalam hal ini delapan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. Di antaranya, Badan Karantina Kementerian Pertani­an, Badan Karantina Perikanan, BPOM, Kementerian Keseha­tan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Lebih lanjut Nurhayati mem­bandingkan dwelling time di Tan­jung Priok dengan Singapura. Menurut dia, Negeri Merlion itu jauh lebih cepat dibanding Tanjung Priok karena di sana telah member­lakukan sistem one-stop service untuk aktivitas clearance.

Pelabuhan Tanjung Priok, kata dia, pernah menerapkan sistem na­tional single window (NSW) un­tuk aktivitas single submission data information, single and synchronous processing of data information dan single decision making for custom release and clearance of cargo. Namun, tidak berjalan mulus.

"Sistem ini perlu ditinjau kembali agar dapat memenuhi permintaan percepatan dwelling time. Semua pihak yang terlibat wajib menggunakan single sys­tem," jelas Nurhayati. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA