Demikian laporan dari anggota Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) di Kabupaten Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Persediaan pupuk untuk produksi pertanian yang harus digunakan oleh petani sangat kurang, begitu juga tempat pelayanan pupuk lokasinya jauh dari pengecer.
Ketua Umum DPP JAMAN, A. Iwan Dwi Laksono mengemukakan, untuk menjangkau lokasi pelayananan pupuk sangat sulit. Sehingga, petani harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk transportasi dan pengangkutan.
"Harga pupuk yang selalu tidak stabil bahkan kadang mencapai Rp 125 ribu per sak untuk Urea dan Rp 175 ribu per sak untuk Poska," bebernya.
Pihaknya juga mempertanyakan bantuan traktor untuk petani yang dijanjikan oleh pemerintah. Jika pun bantuan itu ada yang sudah sampai, tidak merata sehingga pengerjaan di lahan pertanian tidak bisa serempak.
"Jaringan Kemandirian Nasional mengkritik pemerintah yang tidak mempunyai perencanaan yang matang bahkan sampai pelaksanaan dalam rangka meningkatkan produktivitas," tegasnya.
Selama ini, timpal Bernard selaku ketua DPD JAMAN NTT , para petani masih menggunakan cara lama dan kurang inovatif. Padahal dengan metode baru seperti metode Haston yang pernah diuji coba, ternyata mampu melebihi hasil produksi metode lama (metode Sri).
Ironisnya lagi mafia pangan, terutama pupuk, masih kuat bercokol menguasai pengadaan dan jalur distribusi yang mengakibatkan kelangkaan pupuk dan tingginya harganya.
"Pemerintah harus mengusut dan memberantas mafia pupuk ini bisa dimulai dari birokrasi Kementerian Pertanian, Bulog sebagai badan pemerintah yang harus direvitalisasi sampai ke BUMN pupuk," tandasnnya.
Untuk diketahui, JAMAN merupakan relawan Jokowi ketika Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 dan Pemilihan Presiden 2014 yang terdiri dari 18 propinsi, 54 kota/kabupaten, ratusan kelompok tani, nelayan, pedagang, profesional, koperasi dan lain-lain.
[wid]
BERITA TERKAIT: