Dinilai Tidak Paham Migas, Bos Pertamina Disarankan Mundur

DPR Bikin Panja Bahas Kerugian Minyak Rp 2,75 Triliun

Senin, 20 April 2015, 08:37 WIB
Dinilai Tidak Paham Migas, Bos Pertamina Disarankan Mundur
Dirut Pertamina Dwi Soetjipto
rmol news logo DPR akan menggulirkan Panitia Kerja (Panja) untuk membahas masalah kerugian Pertamina sebesar Rp 2,75 triliun selama Januari-Februari 2015. Kepemimpinan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto diragukan.
 
Anggota Komsi VII DPR bi­dang Energi Sumber Daya Min­eral, Achmad Fahrial merasa pri­hatin adanya kerugian triliunan di Pertamina. Ditambah, adanya rencana penghapusan premium yang dinilai akan menambah berat beban masyarakat.

"Awal tahun 2015 kok sudah merugi. Ini ada apa. Apa benar stok minyak 2014 penyebab kerugian tersebut, atau ada motif lain," tanya Fahrial menyikapi adanya kerugian di Pertamina.

Politisi PPP ini pun meragukan kepemimpinan Dwi di Pertami­na. Sebab, sebagai perusahaan minyak dan gas terbesar di Indo­nesia, Pertamina harus dipimpin oleh orang yang mengerti migas, dan seluk beluk permasalahan di Pertamina.

"Secara pribadi pak Dwi me­mang tidak cocok karena tidak memiliki latar belakang migas. Mengurus Pertamina berbeda dengan mengurus semen. Kalau biasanya ngurus yang kering-kering, tiba-tiba harus ngurus yang licin, khawatir bisa kepe­leset," kata Fahrial.

Menurut dia, sebagai Badan Usaha Milik Negara yang memi­liki aset cukup besar, Pertamina mestinya dipimpin oleh orang berpengalaman dan ahli di bidang­nya. Sehingga, bisa membawa Per­tamina surplus setiap tahunnya.

Selain itu, Pertamina harus bisa mensinergikan dengan peru­sahaan migas lainnya, dan men­gelola anak perusahaannya untuk bekerja secara teamwork.

"Sangat sulit jika orang tak paham migas memimpin Per­tamina. Dikhawatirkan malah akan terus merugikan perseroan. Kalau memang merasa tidak sanggup silakan mengundurkan diri. Tapi kalau yakin bisa bawa Pertamina surplus dan makin maju, silakan diteruskan," kata Fahrial.

Anggota Komisi VII Inas Nasrullah dari Fraksi Hanura mengatakan, seharusnya Dwi se­bagai Direktur Utama Pertamina memiliki keberanian melakukan terobosan, khususnya mem­berantas mafia migas di tubuh perseroan.

"Permainan mafia saat penu­runan harga minyak dunia sehar­usnya bisa dicegah dan ketahui. Tapi karena tidak ada keberanian akhirnya jadi bulan-bulananan. Akibatnya, rugi di awal tahun," ka­ta Inas kepada Rakyat Merdeka.

Iapun menjelaskan, saat ini Komisi VII tengah menyiapkan Panitia Kerja (Panja) untuk membahas permasalahan yang ada di tubuh Pertamina. Ter­masuk adanya bahan bakar baru menggantikan premium.

"Kita sedang siapkan Panja. Kita ingin Pertamina tidak terus merugi dan tidak membebankan rakyat dengan kenaikan harga, khususnya BBM non subsidi," tegas dia.

Direktur Eksekutif Energy Watch Ferdinand Hutahaean juga meminta agar direksi Pertamina menanggalkan jabatannya sebe­lum negara nantinya bakal ikut menanggung kerugian.

"Ini bentuk ketidakmampuan direksi mengurus Pertamina. Meski situasi sulit dan terjadi penurunan harga minyak dunia yang jadi alasan Pertamina mer­ugi, seharusnya direksi mampu merevitalisasi dan melakukan evisiensi agar tidak merugi," kata Ferdinand

Dwi, lanjut Ferdinand, juga be­lum mempunyai konsep yang ma­tang untuk memajukan perseroan. Ia khawatir, kerugian ini menjadi awal yang lebih buruk untuk nasib Pertamina ke depan.

"Kinerja direksi baru menu­run, karena memang tidak punya konsep jelas bagaimana mem­bangun Pertamina ke depan. Bahkan untuk sekedar memper­tahankan kinerja yang lalu pun tidak mampu. Padahal, beban subsidi yang harus ditanggung periode lalu, jauh lebih besar dari yang harus ditanggung peri­ode sekarang, tapi buktinya bisa bertahan. Kok sekarang malah gak bisa," ketus Ferdinand.

Menanggapi itu, Direktur Uta­ma Pertamina Dwi Soetjipto me­nyatakan, pihaknya siap memper­tanggungjawabkan kerugian yang ada. Iapun mengaku, siap jika sewaktu-waktu dicopot dari posisinya sebagai Dirut Pertamina.

"Ya nggak apa-apa. Kalau kita sudah berani ditunjuk harus be­rani dicopot," tantang Dwi.

Meski begitu, ia berkilah uku­ran kinerja direksi tidak bisa dilihat hanya dalam waktu dua bulan saja, tetapi harus secara keseluruhan sepanjang 2015 ini.

Dwi menegaskan, faktor pe­nyebab kerugian Pertamina hingga Rp 2,75 triliun juga harus dicermati. Salah satunya, karena persediaan stok minyak pada Oktober 2014 yang harganya saat itu masih tinggi.

"Tidak bisa melihat kinerja hanya dalam 1-2 bulan saja, kar­ena ini kan banyak menyangkut masalah efek harga minyak dunia yang turun. Bulan Januari kami masih memikul beban harga min­yak yang dibeli Oktober, yang har­ganya masih mahal," terangnya.

Kendati begitu, Dwi akan fokus mengembangkan energi baru dan terbarukan untuk menunjang kebutuhan energi nasional.

"Selama 10 terakhir pemerin­tah dianggap tidak serius dalam mengawal dan melaksanakan program pengembangan energi baru dan terbarukan. Karena itu, kami mulai fokus untuk mengembangkan energi ter­baru," kata Dwi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA