Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, pihaknya akan terus mendorong industri hasil tembakau supaya bisa tumbuh dan mampu berikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
"Tapi tetap harus perhatikan keseimbangan kesehatan, penyÂerapan tenaga kerja, dan peneriÂmaan negara," katanya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia mengatakan, penerimaan negara dari sektor ini sangat besar. Pada 2014, kata dia, penerimaan cukai dari industri rokok mencapai Rp111,4 triliun. Angka ini meningkat dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp 100,7 triliun.
Sedangkan, nilai ekspor rokok dan cerutu pada 2014 mencapai 804,7 juta dolar AS, meningkat dibandingkan 2012 sebesar 617,8 juta dolar AS atau naik rata-rata seÂtiap tahunnya sekitar 14,1 persen.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo meminta, PresÂiden Jokowi tidak ikut menyetujui FCTC yang diusung
World Health Organization (WHO).
Alasannya, kata dia, FCTC yang semula hanya mengendaliÂkan kini sudah mengarah untuk mematikan industri tembakau. "Sekarang sudah mulai
on farm. Artinya di petaninya. Petani disÂuruh beralih menanam komoditi dari tembakau ke komoditi lainÂnya," ujarnya.
Menurutnya, jika pasokan dari hulu saja sudah dipotong maka dampaknya ke industri hilirnya, yakni pabrik. "Artinya ketika di hulu dipasokan dipotong nanti di hilir di pabrikan juga ada perÂmasalahan," tuturnya.
Menurut dia, industri hasil tembakau merupakan sektor padat karya. Upaya mematikan industri ini akan berimbas peÂmutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. "Tak hanya itu, nanti impor tembakau juga menÂjadi semakin besar," ucapnya.
Dia menambahkan, pengenÂdalian yang dilakukan oleh asing tidak serta merta ikut menurunkÂan jumlah produksi tembakau. Malah, kata dia, industri pertumÂbuhannya stabil.
"Ketika sektor lain terjadi gonÂcangan atau kolaps, sektor ini justru berkembang," tukasnya. ***