"Apa yang saya sering sebut Jokowinomics adalah kebijakan ekonomi yang ekspansif dan sekarang
debatable (diperdebatkan). Bank Dunia sudah pertanyakan efektivitas program infrastruktur yang dianggap ambisius dan dikaitkan dengan nilai rupiah yang terdepresiasi," kata peneliti ekonomi politik, Fachry Ali, dalam diskusi Perspektif Indonesia, di Jakarta, Sabtu pagi (21/3).
Jokowi sendiri masih mempertahankan gagasannya. Akibatnya, target penerimaan pajak ditingkatkan dua kali lipat dari pemerintah sebelumnya.
"Menurut saya kalau kita bandingkan dengan pemerintahan sebelumnya (SBY-Boediono), terlihat sekali pemerintah SBY jauh lebih hati-hati dalam politik anggarannya," jelasnya.
Menurut Fachry, pada masa SBY, belanja negara relatif kurang, target pajak relatif kurang dan pada saat sama tim ekonomi diisi menteri keuangan yang konservatif, Chatib Basri.
"Sehingga APBN yang mereka (pemerintahan SBY) ciptakan menciptakan kestabilan," ujarnya.
Sementara, Jokowinomics yang ekspansif mulai dipertanyakan ketika harga dolar mengalami penguatan dan rupiah alami depresiasi.
"Apakah Jokowinomics efektif?" ungkapnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: