Korban PHK Sepihak Tuntut PT Spire Indonesia Tunaikan Kewajiban

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 05 Maret 2015, 12:54 WIB
rmol news logo Korban pemecatan sepihak, Rosita Iskandarsjah atau Okky, berharap PT Spire Indonesia memenuhi kewajiban dan menaati perundang-undangan yang berlaku setelah memberhentikannya secara sepihak tanpa menyampaikan alasan jelas pada Februari 2013.

"Saya minta Spire membayar pesangon dengan hitungan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak, dengan perhitungan yang saya ajukan bedasarkan UU Tenaga Kerja, 10 kali gaji," kata Okky dalam keterangan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (5/3).

Okky menyampaikan tuntutan tersebut karena perusahaan yang berbasis di Singapura itu belum menunaikan kewajibannya atas pemutusan kerja yang masih menjadi tanda tanya. Spire tidak pernah menyampaikan alasan mengapa memberhentikannya sepihak.

"Akhir Agustus 2013, itu hari Jumat, Jeffry panggil saya ke ruang dia. Tanpa ada gosip apa-apa dia bilang, 'Bu, besok Senin Ibu tidak perlu masuk kantor'. Saya kaget, saya tanya, 'Emang ada salah apa?'. Dia tidak bisa kasih tahu apa-apa, dengan alasan sudah menjadi keputusan kantor," kata Okky menuturkan percakapannya dengan Jeffri Bahar yang kini menjabat Deputi CEO Spire Indonesia.

Terkait itu, Okky mengklaim, selama tahun 2012 ia berhasil menggolkan banyak proyek dan perusahaan mendapatkan sekitar Rp 1,8 miliar dan Rp 1,6 miliar pada periode Januari hingga Agustus 2013.

Atas putusan yang dirasa sewenang-wenang itu, Okky sempat dimediasi oleh pengacara, namun hasilnya tidak memuaskan karena Spire hanya bersedia membayar Rp 25 juta tanpa perhitungan yang jelas.

Tak puas dengan putusan tersebut, Okky mengajukan permasalahan ini ke Suku Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Pusat. Namun, di sini pun hasilnya tak jauh berbeda dengan mediasi sebelumnya. Spire hanya bersedia membayar Rp 25 juta dengan alasan statusnya sebagai pekerja paruh waktu (freelance).

"Sudinaker juga sama, tidak memuaskan, lebih rugikan saya dari mereka (Spire). Salah satu rekomendasinya, bisa menempuh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Itu rencana terakhir saya," kata Okky.

Perempuan yang sudah malang melintang di dunia riset sekitar 20 tahun ini, bergabung dengan Spire setelah Jeffri merekrutnya karena tertarik dengan track record Okky. Awalnya, pada Maret 2010, Okky bekerja sebagai konsultan perusahan.

Okky baru menjadi karyawan Spire pada Agustus 2010 setelah pihak perusaahaan memintanya.

"Efektif mulai Agustus 2010 dan sejak itu saya masuk kantor. Pekerjaan saya dua, yakni sebagi periset dan sales," ungkap Okky.

Spire memang sempat menyodorkan kontrak kerja, namun Okky merasa keberatan karena salah satu klausulnya melarang bekerja di agensi sejenis selama 18 bulan jika keluar dari Spire.

"Saya ajukan resign karena ada masalah internal. Tapi ditolak di Desember 2012. Di Februari 2013, saya dipanggil dan diminta untuk perkuat tim sale saja. Saya usul, bagaimana kalau saya tidak perlu masuk 'full day', dan disetujui masuk kerjanya separuh, seminggu 22 jam. Itu pun bisa diatur saya sendiri karena tidak punya bawahan lagi," kata Okky.

Sementara bagian hukum Spire, Sinta, mengatakan, pihaknya tidak bisa menunaikan permintaan Okky karena yang bersangkutan sudah mengundurkan diri, bukan diberhentikan secara sepihak. Selain itu, angka Rp 25 juta pun merupakan hasil mediasi di Suku Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Pusat.

"Yang terakhir mediasi, kalau terima Rp 25 juta akan kami transfer. Kalau tidak, enggak apa-apa, ajukan saja ke PHI. Alasan Rp 25 juta karena dia bukan karyawan, karena dia sudah mundur, ada suratnya," kata Sinta. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA