IKM Keberatan, Biaya Urus SVLK Mencapai Rp 40 Juta

Bakal Hambat Pertumbuhan Industri Kayu Lokal

Kamis, 20 November 2014, 10:18 WIB
IKM Keberatan, Biaya Urus SVLK Mencapai Rp 40 Juta
ilustrasi, Industri Kayu Lokal
rmol news logo Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) meminta pemerintah menunda kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) tahun depan.

Ketua Umum Amkri Soenoto me­nga­takan, pemberlakuan SVLK tahun depan akan menjadi batu sandungan bagi pengusaha ka­rena memasuki era ASEAN Eco­nomic Community (AEC). Soal­nya pem­biayaan pengurusan SVLK mahal, terutama bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM).

Saat ini IKM yang bergerak di bidang kerajinan kayu jum­lahnya sudah 85 persen unit usa­ha,” katanya di Jakarta, kemarin.

Soenoto mengatakan, berda­sar­­kan kajiannya, lebih baik SVLK diberlakukan di sektor hulu yakni industri pengolahan kayu dan industri yang meng­gunakan kayu dalam skala besar seperti peru­sahaan pulp and paper.

Menurut dia, pemberlakukan SVLK bagi pelaku industri mebel dan kerajinan di Indonesia untuk meningkatkan ekspor juga tidak relevan. Sebagai perbandingan, Vietnam dan Malaysia nilai ek­spornya terus tumbuh di atas Indo­nesia padahal negara itu tidak memberlakukan kebijakan SVLK di negaranya.

Selain itu, pemberlakukan SVLK di Indonesia juga akan sa­ngat menguntungkan negara sai­ngan Indonesia seperti China dan negara produsen di kawasan Eropa.

Dampak regulasi ini sebe­narnya akan menghambat laju pertumbuhan ekspor industri me­bel dan kayu Indonesia di pasar global,” jelas dia.

Untuk itu, Amkri meminta pemerintah menunda rencana pemberlakukan SVLK untuk IKM.

Berdasarkan data Amkri, peru­sahaan eksportir terdaftar berba­sis kayu berjumlah 5.057 unit usaha. Sedangkan perusaha­an eksportir yang telah memiliki sertifikasi legalitas (SLK) baru 1.500 unit usaha atau sekitar 29 persen.

Masih banyak pelaku IKM yang belum mengurus SVLK. Padahal waktunya sebentar lagi,” ucap Soenoto.

Masih banyaknya pelaku usaha yang belum mengurus SVLK karena tingginya biaya untuk mendapatkan itu.

Karena itu, kami meminta Kementerian Perdagangan me­nunda pelaksanaanya. Untuk mem­peroleh SVLK pelaku usaha harus merogoh kocek Rp 25 juta hingga Rp 40 juta,” ungkap Soenoto.

Sekjen Amkri Abdul Sobur mengatakan, jika pemerintah ngotot memberlakukan kebijakan tersebut akan berdampak pada stagnansi ekspor mebel dan kera­jinan kayu dalam negeri.

Jika ekspor ngedrop akan menimbulkan kerugian dan bertambahnya defisit neraca per­dagangan dan jumlah pengang­guran,” terangnya.

Abdul menilai, persyaratan mem­peroleh SVLK terlalu lama dan memerlukan syarat-syarat pen­dukung mulai dari perizinan prin­sip hingga pengelolaan ling­kungan yang semuanya membutuhkan biaya anggaran cukup besar.

Apalagi jumlah verifikasi se­karang hanya sekitar 14 peru­sahaan. Padahal dengan jumlah perusahaan yang banyak, peru­sahaan verifikasi minimal 20-30 perusahaan.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA