Konversi BBM Gagal, Gas RI Dinikmati China & Malaysia

Duit Penghematan Subsidi Rp 30 Triliun Bisa Bangun SPBG

Kamis, 20 November 2014, 10:25 WIB
Konversi BBM Gagal, Gas RI Dinikmati China & Malaysia
ilustrasi, Sta­siun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG)
rmol news logo Pemerintah dituntut lebih memperhatikan berbagai potensi energi alternatif seperti gas yang belum dimanfaatkan maksimal dan masih melimpah.
Ketua Harian Yayasan Lem­baga Konsumen Indonesia (YL­KI) Tulus Abadi menilai, peme­rintah seringkali luput untuk mem­benahi penyediaan energi alternatif. Padahal, dari Rp 120 triliun penghematan subsidi BBM bisa dialihkan ke infrastruktur.

Termasuk pembangunan Sta­siun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di kota-kota besar atau membangun fasilitas energi baru dan terbarukan, sehingga kon­versi BBM ke gas dan energi alternatif lainnya bisa lebih ce­pat,” kata Tulus, kemarin.

Dia menyarankan, dari nilai peng­hematan itu bisa saja dialih­kan Rp 30 triliun untuk konversi BBM ke BBG. Pasalnya, sampai saat ini baru ada 19 SPBG. Itu pun belum maksimal karena ken­daraan bermotor belum banyak memakai BBG termasuk angkutan umum.

Menurut Tulus, program kon­versi ke gas di Indonesia yang di­mu­lai pada 1998 hampir ber­ba­rengan dengan yang dijalankan di Pa­kistan. Tapi hasilnya jauh ber­beda. Pakistan sekarang punya 3.000 SPBG, se­hingga tiap tahun ham­pir 3 juta kendaraan menikmati gas.

Padahal, dengan harga minyak yang mahal, kebijakan meng­gu­nakan energi alternatif seperti gas sudah sangat mende­sak. Dari sisi pasokan pun melimpah.

Sebenarnya seluruh alasan untuk tidak mempercepat ga­si­fikasi kendaraan bermotor jus­tru menunjukka ada kepenti­ngan tertentu di balik itu,” tegas dia.

Dari hasil pengamatan di luar negeri, kata Tulus, di Guangzhou, China, busway dan transportasi di sana justru menggunakan gas dari lapangan Tangguh. Taksi-taksi di Malaysia juga meng­gu­nakan gas dari Indonesia.

Bahkan pembangkit di Singa­pura juga menggunakan gas dari Indonesia yang diambil langsung dari Natuna dan Sumatera Sela­tan. Sementara di kita, PLN se­ringkali kesulitan mendapat gas. Kelihatan sekali ada pihak-pihak tertentu yang lebih senang meng­impor,” kritiknya.

Pengamat energi dari Refor­Miner Institute Pri Agung Rakh­manto menuntut Pemerintahan Joko Widodo mesti membuktikan janji kampanye dulu untuk me­lak­sanakan program konversi BBG. Konversi BBG meru­pa­kan keharusan,” ujar Pri.

Dengan konversi ke BBG, akan mengurangi pemakaian se­kaligus impor BBM, sehingga menurunkan subsidi komoditas tersebut. Di samping itu, BBG juga lebih ramah lingkungan di­banding BBM.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menya­takan, pemerintah akan memak­simalkan kebijakan konversi BBG sebagai tindaklanjut kenai­kan harga BBM.

Ia mengaku, rencana itu sudah mendapat dukungan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). â€Jadi BBG ada kema­juannya,” cetusnya.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA