Ketua Harian Yayasan LemÂbaga Konsumen Indonesia (YLÂKI) Tulus Abadi menilai, pemeÂrintah seringkali luput untuk memÂbenahi penyediaan energi alternatif. Padahal, dari Rp 120 triliun penghematan subsidi BBM bisa dialihkan ke infrastruktur.
Termasuk pembangunan StaÂsiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di kota-kota besar atau membangun fasilitas energi baru dan terbarukan, sehingga konÂversi BBM ke gas dan energi alternatif lainnya bisa lebih ceÂpat,†kata Tulus, kemarin.
Dia menyarankan, dari nilai pengÂhematan itu bisa saja dialihÂkan Rp 30 triliun untuk konversi BBM ke BBG. Pasalnya, sampai saat ini baru ada 19 SPBG. Itu pun belum maksimal karena kenÂdaraan bermotor belum banyak memakai BBG termasuk angkutan umum.
Menurut Tulus, program konÂversi ke gas di Indonesia yang diÂmuÂlai pada 1998 hampir berÂbaÂrengan dengan yang dijalankan di PaÂkistan. Tapi hasilnya jauh berÂbeda. Pakistan sekarang punya 3.000 SPBG, seÂhingga tiap tahun hamÂpir 3 juta kendaraan menikmati gas.
Padahal, dengan harga minyak yang mahal, kebijakan mengÂguÂnakan energi alternatif seperti gas sudah sangat mendeÂsak. Dari sisi pasokan pun melimpah.
Sebenarnya seluruh alasan untuk tidak mempercepat gaÂsiÂfikasi kendaraan bermotor jusÂtru menunjukka ada kepentiÂngan tertentu di balik itu,†tegas dia.
Dari hasil pengamatan di luar negeri, kata Tulus, di Guangzhou, China, busway dan transportasi di sana justru menggunakan gas dari lapangan Tangguh. Taksi-taksi di Malaysia juga mengÂguÂnakan gas dari Indonesia.
Bahkan pembangkit di SingaÂpura juga menggunakan gas dari Indonesia yang diambil langsung dari Natuna dan Sumatera SelaÂtan. Sementara di kita, PLN seÂringkali kesulitan mendapat gas. Kelihatan sekali ada pihak-pihak tertentu yang lebih senang mengÂimpor,†kritiknya.
Pengamat energi dari ReforÂMiner Institute Pri Agung RakhÂmanto menuntut Pemerintahan Joko Widodo mesti membuktikan janji kampanye dulu untuk meÂlakÂsanakan program konversi BBG. Konversi BBG meruÂpaÂkan keharusan,†ujar Pri.
Dengan konversi ke BBG, akan mengurangi pemakaian seÂkaligus impor BBM, sehingga menurunkan subsidi komoditas tersebut. Di samping itu, BBG juga lebih ramah lingkungan diÂbanding BBM.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menyaÂtakan, pemerintah akan memakÂsimalkan kebijakan konversi BBG sebagai tindaklanjut kenaiÂkan harga BBM.
Ia mengaku, rencana itu sudah mendapat dukungan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). â€Jadi BBG ada kemaÂjuannya,†cetusnya. ***