Sekjen Asosiasi Petani KelaÂpa Sawit Indonesia Asmar Arsjad menegaskan, perkeÂbunan sawit tidak melakukan deÂforestasi seperti dituduhkan selama ini. Keluarnya Undang-UnÂdang Nomor 18/2013 meÂngenai Pencegahan dan PemÂberantasan Perusakan Hutan berakibat buruk kepada status lahan perkebunan milik petani rakyat.
Aturan ini memberikan ketidakpastian bagi petani sawit menjual hasil panen. Soalnya, petani yang lahannya masuk status hutan hasil peÂnennya dilarang untuk dibeli,†ujar Asmar.
Jika tetap dilakukan, kata dia, maka pedagang yang memÂbeli hasil panen petani akan dikeÂnakan denda Rp 5 miliar dan kurungan penjara 5 tahun. Bagi perusahaan yang membeli juga kena denda Rp 1 triliun dan kurungan penjara seumur hidup.
Menurut Asmar, petani selaÂma ini tidak pernah dibeÂritahu oleh pemerintah kalau lahan yang dimiliki itu masuk kawaÂsan hutan. Aturan ini baru keluar, sedangkan umur perkeÂbunan sawit rakyat sudah lebih dari 25 tahun.
Dia mengatakan, pemerintah harus menyelesaikan masalah ketidakpastian tata ruang apabila ingin mendorong peraÂnan petani dalam industri sawit. Hingga sekarang dua juta hekÂtar lahan petani belum direÂmajakan karena tidak dapat bantuan pemerintah.
Sekretaris Jendral Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit IndoÂnesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, isu deforestasi sebenarnya ditujukan kepada industri kelapa sawit. Isu dikeluarkan dengan motif anti kelapa sawit dan bisnis semata.
Berdasarkan penelitian Tropenbos, penggunaan hutan dalam 10 tahun terakhir sekitar 3 persen. Pelaku usaha sawit telah meminta kepastian huÂkum dan tata ruang.
Pembangunan
sustainabiÂlity dapat berjalan asal disertai perbaikan tata ruang,†kata Joko.
Ketua Harian Komisi IndoÂnesian Sustainable Palm Oil Rosediana Suharto mengataÂkan, isu
sustainability telah bercampur kepentingan politik dan perdagangan.
SustainaÂbility hanya ditujukan kepada kelapa sawit bukan kepada minyak nabati lain.
Negara maju sebaiknya tidak menggunakan
sustainaÂbility untuk kepentingan
non tariff barrier dan
non technical barrier. Aturan ini lebih berÂsifat diskriminatif kepada miÂnyak sawit,†tegas Rosediana. ***