Atas desakan itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menanggapi, jika Presiden SBY memutuskan mengaksesi FCTC bisa diartikan sebagai tindakan abai pemerintah terhadap kesejahteraan rakyatnya.
"Kalau pemerintah ingin mewujudkan kesejahteraan rakyat, salah satu yang dapat dilakukan adalah berlaku adil terhadap kelompok petani, termasuk dari komoditas tembakau," kata Hikmahanto dalam pernyataannya, Rabu (15/10).
Dia menambahkan, bertani tembakau sudah menjadi tradisi turun temurun sebagian masyarakat Indonesia dalam mencapai kesejahteraan. Dukungan pemerintah terhadap kelangsungan pertanian tembakau merupakan bagian dari perwujudan kesejahteraan tersebut.
"Terwujudnya kesejahteraan masyarakat adalah kewajiban bersama yang harus melibatkan semua stakeholders, maka Kementerian Kesehatan dan sekutunya tidak berkompeten untuk meratifikasi FCTC," tegas Hikmahanto.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Kamar Dagang Industri (Kadin), Thomas Darmawan menegaskan, saat ini seluruh industri kompak menolak ditandatanganinya FCTC karena akan berdampak negatif pada industri rokok. Dijelaskannya, FCTC sekarang ini semangatnya pelarangan dan bukan pengendalian atau pembatasan lagi.
"Mudah-mudahan mampu menjelaskan posisi industri," ujarnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: