DPR Tolak Usulan Penghapusan Subsidi KA Ekonomi Jarak Jauh

Kemenhub Mau Alihkan Dana Ke Commuter Line Dan KRL

Selasa, 30 September 2014, 08:56 WIB
DPR Tolak Usulan Penghapusan Subsidi KA Ekonomi Jarak Jauh
KA Ekonomi
rmol news logo Pemerintah mengkaji penghapusan subsidi kereta api ekonomi untuk jarak jauh. Alasannya karena alokasi subsidi ini tidak tepat sasaran.

“Kenapa mesti dievaluasi lagi sub­sidi untuk penumpang jarak jauh ini, karena tidak setiap hari di­gunakan orang kecuali pada mo­men mudik satu tahun sekali aja,” ujar Dirjen Perkeretaapian Ke­menterian Perhubungan (Ke­men­hub) Hermanto Dwi Atmoko di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, yang dibutuhkan dan lebih dirasakan penumpang saat ini adalah angkutan dalam kota baik Jakarta maupun Sura­baya. Karena angkutan kota se­tiap hari digunakan untuk kepen­tingan kerja dan urusan lainnya.

Kendati begitu, Hermanto me­ngakui, pada Anggaran Pen­da­patan dan Belanja Negara (AP­BN) 2015 pihaknya telah me­ng­usulkan untuk Public Service Obligation (PSO) penumpang kereta api sebesar Rp 1,5 triliun. Sementara tahun ini besaran PSO sebesar Rp 1,2 triliun. Diha­rap­kan besaran tersebut bisa mencu­kupi kebutuhan yang ada.

Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Bambang Susan­tono mengatakan, subsidi kereta api jarak jauh selama ini tidak te­pat sasaran. Sebelum ada rencana menghapus subsidi kereta api ja­rak jauh, pihaknya sudah me­la­kukan survei terlebih dulu yang dilakukan di stasiun-stasiun besar seperti Pasar Senin dan Gambir.

Hasil survei, kata dia, jumlah pe­numpang kereta jarak jauh ti­dak bisa memenuhi jumlah ger­bong yang disediakan. Dari 8 gerbong yang disediakan, hanya 6 gerbong yang terisi.

Menurut Bambang, jumlah ter­sebut masih kalah dibanding kereta rel listrik (KRL) commuter line. KRL penumpangnya tembus 700 ribu, sedangkan kereta ekonomi jarak jauh jumlahnya di bawah itu.

“Pertimbangan lain, daya beli masyarakat yang terus naik dari tahun ke tahun. Saat ini biaya tak­si lebih mahal dibanding tiket ke­reta api jarak jauh,” jelasnya.

Lalu dikemanakan uang hasil penghematan itu? Bambang me­ng­aku dana subsidi itu bisa di­alih­kan ke commuter line dan KRL. Dia optimistis kebijakan itu ti­dak akan berpengaruh dan ke­reta api akan tetap menjadi pili­han trans­portasi masyarakat.

Kepala Pusat Komunikasi Ke­menhub JA Barata mengata­kan, rencana itu sifatnya masih wacana.

“Itu belum akan terjadi, masih bersifat wacana. Kami belum sampai ke sana (DPR),” katanya.

Meski jumlah penumpang me­ngalami penurunan, menurut Ba­ra­ta, pengguna ke­reta jarak jauh masih perlu mendapatkan subsidi mengingat itu masih menjadi hak para pengguna KA kelas ekonomi.

Barata mengatakan, saat ini tengah mengkaji kebijakan lain yang nantinya bisa dimung­kin­kan akan berpengaruh ter­hadap harga tiket.

Anggota Komisi V DPR Abdul Hakim menolak usulan tersebut. Alasannya, saat ini belum semua masyarakat mampu mem­beli tiket tanpa subsidi.

Apalagi, kata dia, perintah Un­dang-Undang (UU) Perkeretapi­an menyebutkan, selama daya be­li masyarakat belum tinggi, pe­me­rintah masih harus mem­be­rikan subsidi kereta api ekonomi.

“Dengan kondisi saat ini, saya menilai belum tepat untuk men­cabut subsidi,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka.

Terkait dengan pengalihan sub­sidi dari kereta api jarak jauh ke jarak dekat, menurut Hakim, te­tap tak bisa dilakukan. “Jika ingin menambah subsidi kereta api ja­rak dekat silakan ditambah. Tapi tidak bisa mengambil alih dari ja­rak jauh. Masih banyak masya­rakat yang membutuhkan kereta api jarak jauh,” tegasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA