Konversi BBM Ke Gas Ngadat, SPBG Banyak Tapi Tidak Ada Pembelinya

Kementerian ESDM Usul Kenaikan Harga BBG Jadi Rp 4.000

Selasa, 30 September 2014, 08:29 WIB
Konversi BBM Ke Gas Ngadat, SPBG Banyak Tapi Tidak Ada Pembelinya
Jusuf Kalla (JK)
rmol news logo Terus melonjaknya impor pangan membuat Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) gerah. JK bakal memaksa para pegawai Kementerian Pertanian (Kementan) blusukan ke lapangan.

Konversi bahan bakar minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) masih jalan di tempat. Na­mun, Kementerian Energi dan Sum­ber Daya Mineral (ESDM) ma­­lah mau menaikkan harga BBG.

Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Edy Hermantoro mengaku akan me­ngusulkan kenaikan harga BBG kepada Kementerian Koordinator Perekonomian menjadi Rp 4.000 per liter setara premium dari har­ga yang dipatok saat ini Rp 3.100 per liter.

Alasannya, kenaikan itu untuk mendorong swasta ikut mem­bangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG).

“Selain ada penugasan kepada Pertamina dan PGN, tidak me­nutup kemungkinan swasta juga membangun SPBG,” katanya di Jakarta.

Menurut Edy, SPBG yang ada saat ini banyak dibangun oleh PGN. Nah, dengan adanya kenai­kan harga itu sebagai titik temu agar di satu sisi tetap terjangkau oleh masyarakat dan di sisi lain memenuhi tingkat keekonomian bagi penyedia gas.

Edy berharap kalangan industri otomotif turut mendorong terben­tuknya pasar pengguna BBG.

Ketua Umum Himpunan Wira­s­wasta Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purno­mo­ha­di mengatakan, kenaikan harga BBG jadi salah satu satu pen­dorong masuknya investor untuk membangun SPBG.

”Itu bisa mendorong investasi di SPBG. Apalagi, investasinya men­capai Rp 10 miliar per dis­penser,” katanya kepada Rakyat Merdeka.

Namun, kata Eri, yang menjadi masalah utama saat ini adalah banyaknya SPBG yang tutup dan tidak beroperasi.

Kenapa bisa begitu? Menurut­nya, itu disebabkan tidak adanya pembeli karena program konversi BBM ke gas tidak berjalan. Alhasil, banyak SPBG yang tidak operasi.

Salah satu kendala konversi BBM ke gas adalah pemasangan alat converter kit. Pasalnya, pemasangan diserahkan kepada pemilik kendaraan. Selain itu, para pemilik kendaraan juga tidak mau ambil risiko karena ken­daraan yang dipakai akan kehi­langan garansi ditambah biaya pembelian alat yang mahal.

Karena itu, untuk mendorong konversi BBM ke gas, peme­rin­tah harus mendorong ATPM un­tuk membuat mobil yang lang­sung ada converter kit-nya seperti di Thailand. Ini untuk mendorong masyarakat menggunakan BBG.

 Eri berharap ke depannya pem­bangunan SPBG harus diba­rengi dengan jumlah mobil yang menggunakan BBG.

“Ini untuk saling melengkapi. Jika SPBG-nya yang banyak, tapi mobilnya nggak ada, SPBG itu bakal tutup juga,” katanya.

Direktur Industri Alat Trans­por­tasi Darat Kementerian Per­indutrian (Kemenperin) Soerjono mengatakan, industri otomotif dalam negeri siap memproduksi mobil BBG. Namun, yang dikha­watirkan para produsen adalah ketersedian SPBG.

”Jika kita punya mobil BBG tapi cari SPBG susah, orang akan te­tap memilih menggunakan mo­bil BBM,” katanya.

Hal senada disampaikan Dirjen Industri Unggulan Berbasis Tek­nologi Tinggi Kemenperin Budi Darmadi. Menurutnya, sejak sekitar empat tahun lalu hingga sekarang, sudah ada ribuan unit kendaraan yang dipasang alat konversi gas.

“Akan tetapi, kendaraan yang ada tersebut masih agak kesulitan mencari SPBG,” kata Budi.

Bahkan, kata dia, akibat mi­nim­nya infrstruktur SPBG, con­verter buatan lokal lebih banyak diekspor ke Thailand. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA