BBM Mobil Pribadi Dibatasi, Negara Kantongi Rp 80 Triliun

Pemerintah Jokowi-JK Bisa Menggenjot Konversi BBG & BBN

Senin, 22 September 2014, 07:35 WIB
BBM Mobil Pribadi Dibatasi, Negara Kantongi Rp 80 Triliun
ilustrasi
rmol news logo Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) kembali mengeluarkan usulan pengendalian BBM subsidi. Kali ini, mobil pribadi dilarang minum bensin subsidi per tahun depan.

Kepala BPH Migas Andy Noor­saman Sommeng menga­takan, larangan mobil pribadi me­nggunakan BBM bersubsidi akan menekan pemakaian BBM subsi­di sampai 30 juta kiloliter pada 2015.

“Kami optimistis dengan duku­ngan semua pihak pengendalian BBM tersebut bisa dijalankan,” katanya di Jakarta.

Menurut dia, mekanisme pela­rangan penggunaan BBM ber­sub­sidi untuk mobil pribadi bisa dilakukan secara manual dan tan­pa memakai kartu pintar.

Dia juga optimitis pengen­dalian mo­del ini tidak akan me­nim­bulkan kekacauan di lapang­an asal didahului dengan so­sialisasi secara tepat dan masif.

“Jangan terlalu didramatisir. Masyarakat kita sebenarnya bisa diberi pengertian, asalkan tujuan­nya untuk kebaikan,” ujarnya.

Sommeng mengungkapkan, penghematan BBM subsidi de­ngan melarang mobil pribadi meng­gunakan BBM bersubsidi bisa mencapai 15-20 juta kiloliter. Ka­lau besaran subsidi BBM per liter sekitar Rp 4.000, maka penghematan yang bisa dilaku­kan pada 2015 dengan menerap­kan mekanisme itu bisa mencapai Rp 60 triliun sampai Rp 80 triliun.

Nah, uang penghematan bisa digunakan untuk program-program pemerintahan menda­tang seperti kartu pintar dan infra­struktur. Apalagi, kalau pengen­dalian di sisi konsumen tersebut ditambah program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) dan bahan bakar nabati (BBN).

Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Nusron Wahid mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi haram hu­kumnya jika merugikan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan nasib rakyat jika ingin berbicara soal harga BBM bersubsidi.

“Kalau ternyata merugikan masyarakat bisa saja dinilai haram. Tapi jika tujuannya men­cegah konsumsi besar-besaran, mubazir atau berlebihan meng­eksploitasi alam, kenaikan BBM bisa dinilai halal,” kata Nusron saat diskusi Kenaikan BBM: Dilema Defisit Transaksi dan Inflasi di Jakarta, Jumat (19/8).

Terkait wacana naik atau tidaknya harga BBM bersubsidi, anggota DPR ini menyatakan, NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia belum melakukan kajian secara penuh. Sejauh ini, NU sedang mengkaji manfaat dan mudaratnya bila harga BBM bersubsidi naik.

Namun, kata Nusron, kenaikan BBM bisa dinilai halal atau haram tergantung dari tujuan kenaikan itu sendiri. NU bakal menyampaikannya ke publik setelah kajian terkait harga BBM bersubisi rampung dilakukan.

Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityas­wara menilai, skema pemberian subsidi tetap untuk BBM ber­subsidi merupakan cara yang te­pat untuk menahan lonjakan inflasi. Skema ini menetapkan harga jual BBM subsidi sesuai dengan harga di perdagangan internasional, namun nilai subsidi per liternya tak berubah.

Mirza mengakui lonjakan inflasi menjadi faktor yang dikhawatirkan, dalam rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga pangan pasca kenaikan harga BBM, misalnya, sudah terjadi berkali-kali di Indonesia.

“Jadi bagaimana agar inflasi tidak naik terus? Caranya dengan subsidi yang tetap,” ujarnya

Mirza menjelaskan, jika harga BBM nyatanya sebesar Rp 11.500, dengan subsidi tetap Rp 2.500 maka harga jual menjadi Rp 9.000. Namun jika harga minyak dunia naik dan harga internasional menjadi Rp 12.000 maka harga jual juga naik menjadi Rp 9.500 per liter.

Sejatinya, Indonesia pernah menerapkan skema tersebut namun hanya bertahan sebentar sebelum kemudian kembali pada skema yang berlangsung hingga saat ini.

“Hanya bertahan 1 tahun hingga 1,5 tahun kemudian di­batalkan dan kemudian malah memberatkan. Kalau ada subsidi fix ini sebenarnya inflasi lebih terkendali daripada disubsidi penuh lantas kemudian dicabut, inflasinya akan parah,” tuturnya.

Sejauh ini , kata Mirza, BI sudah mengkaji dua skenario ter­kait pengendalian subsidi BBM. Pertama, Jika Pemerintahan Joko­wi tidak menaikkan harga BBM pada tahun 2014, maka laju inflasi berada pada level 5,32 persen.

Kedua, jika Pemerintahan Jokowi menaikkan harga BBM pada tahun 2014 sebesar Rp 3.000/liter maka laju inflasi berada pada level 9 persen. BI menghitung, setiap kenaikan BBM  Rp 1.000/liter mempe­nga­ruhi inflasi sebesar 1,5 persen.

Wakil Ketua Umum Kadin yang juga CEO Bosowa Group Er­win Aksa mengatakan, di mata pengusaha subsidi BBM saat ini sudah tidak wajar.Tingginya subsidi BBM yang mencapai Rp 400 triliun membuat ruang fiskal semakin sempit, sehingga tidak ada ruang untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur.

Apalagi, sebagian besar yang menikmati subsidi BBM adalah kelas menengah bukan masya­rakat kurang mampu.

Erwin mengatakan, pengusaha meminta agar pemerintahan baru me­naikkan harga BBM. Kenaikan BBM sub­­sidi sekitar Rp 1.000 per liter. Ke­naikan tersebut mesti diikuti rogram kompensasi bagi ma­syarakat kurang mampu. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA