Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) Erwin Usman berharap figur yang kelak menduduki kursi Menteri ESDM setidaknya harus memiliki rekam jejak yang terpuji. Selain itu, berani membÂeÂrantas mafia migas dan memiliki sifat nasionalisme.
“Setidaknya tiga syarat terÂsebut dipenuhi oleh siapa pun yang akan menjadi Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM),†ujarnya.
Usman menjelaskan, rekam jejak sangat penting untuk meÂmasÂtikan figur yang dipilih dapat menjalankan agenda membeÂrantas mafia migas yang terÂinÂtegrasi dengan program Jokowi-JK.
Peneliti ekonomi politik dari AsoÂsiasi Ekonomi Politik IndoÂnesia (AEPI) Salamuddin Daeng menilai, beberapa nama yang beredar untuk caÂlon Menteri ESDM akan berÂpeÂngaÂruh buruk bagi Pemerintah Jokowi.
Salamuddin mengatakan, selaÂma ini sektor migas telah menjadi ajang pengerukan kartel internaÂsional, sindikat bisnis dan mafia daÂlam kekuasaan secara bersama-sama.
Dia menegaskan, para pebisnis yang menjarah minyak, tambang, hutan Indonesia tidak layak menempatkan CEO dan orang-orangnya atau kadernya dalam jajaran kabinet pemerintahan di Indonesia. Apalagi Jokowi sudah tegas mengatakan menterinya harus steril dari kepentingan politik dan bisnis kelompok.
Mencuatnya nama CEO Shell Indonesia Darwin Silalahi yang akan menduduki jabatan strategis di Pemerintahan Jokowi menuai kritikan dari sejumlah kalangan.
Politisi Partai Nasdem yang juga ahli pertambangan Kurtubi mengatakan, tidak tepat jika CEO perusahaan minyak asing meÂnemÂpati posisi strategis dalam pemerintahan. Hal itu berpotensi merugikan negara dan terjadi konflik kepentingan.
Menurutnya, yang dikhawaÂtirkan adalah jika CEO perusaÂhaan asing memiliki posisi straÂtegis di Pertamina atau di KeÂmenÂterian ESDM, maka kebijakan yang diambil akan lebih mengÂuntungkan asing.
Dengan posisinya sebagai pejabat pemerintahan, bos peruÂsaÂhaan itu bisa memanfaatkan momentum pencabutan subsidi BBM. Dengan cara mencabut subÂsidi dan menaikkan harga BBM agar setara dengan harga jual Shell, maka perlahan-lahan rakÂyat Indonesia akan beralih memakai Shell untuk kendaraan mereka.
Meski bisa dibilang profeÂsional, tapi latar belakang yang sudah lama menduduki jabatan di perusahaan asing akan berdamÂpak pada kebijakan yang diambil, yang sudah pasti akan lebih mengÂutamakan kepentingan asing.
Calon Dirut PertaminaSuasana bursa calon pengganti Dirut Pertamina Karen Agustawan yang resmi mundur 1 Oktober makin hangat. Pemerintah didesak untuk mencari calon yang mumpuni dari luar Pertamina yang punya keÂmampuan di bidang audit angÂgaran. “Harus dari orang luar yang mengerti dunia akutansi dan investigasi. Dititik titik mana kiÂra-kira penyimpangan akan terÂjadi. Artinya harus memiliki keÂmampuan auditor. Tidak selalu harus ahli perminyakan,†ujar Direktur Eksekutif Energy Watch Ferdinand Hutahaean di Jakarta, kemarin.
Ferdinand adalah salah satu pelapor oknum pejabat dan pengÂusaha yang terlibat praktek mafia migas kepada Komisi PembeÂrantasan Korupsi (KPK) pada Juni lalu. Melalui perwakilannya, KPK menerima dan meninÂdaklanjuti laporan tersebut. Ia menambahkan, selama ini banyak orang pintar yang bisa dibayar untuk masalah teknis. Hanya saja untuk mencari orang yang berintegritas sangat sulit. Banyak lulusan dari perÂguruan tinggi yang mumpuni.
Karena itu, Ferdinand mengÂkritik keras upaya pemerintah mengambil calon pucuk pimÂpinan berasal dari internal PerÂtamina. Ia mendesak peÂmerintah agar menunjuk orang-orang di luar Pertamina yang bersih dari praktik-praktik mafia migas selama ini. Saat ini ada dua calon dirut Pertamina, yakni Direktur PeÂmasaran dan Niaga Hanung Budya serta Direktur Gas PerÂtaÂmina Hari Karyuliarto. Kedua nama tersebut dinilai punya rekam jejak yang kurang meyakinkan.
Sekedar informasi Menteri BUMN, Dahlan Iskan, menyiapÂkan tiga nama calon dirut PertaÂmina menggantikan Karen AgusÂtiaÂwan yang mengundurkan diri. “Mungkin tiga nama yang akan kita usulkan. Ada yang dari internal dan dari eksternal,†kata Dahlan. ***