KPK Ikut Pelototin Penyelewengan Distribusi Pupuk Subsidi Di Daerah

Diwarnai Banyak Penyimpangan, Yang Rugi Petani

Kamis, 18 September 2014, 08:23 WIB
KPK Ikut Pelototin Penyelewengan Distribusi Pupuk Subsidi Di Daerah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
rmol news logo Sebulan menjelang berakhirnya pemerintahan SBY, Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyaluran pupuk subsidi.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo meminta pelak­sanaan subsidi pupuk dievaluasi karena banyak yang salah sa­sa­ran. Pola subsidinya harus di­ubah dari subsidi langsung men­­jadi sub­sidi harga. Sehingga, di lapa­ngan yang ada hanya harga pasaran dan petani. Kedua pihak inilah yang membutuhkan sub­sidi.

Penyaluran pupuk bersubsidi berdasarkan Rencana Daftar Ke­bu­tuhan Kelompok Petani (RD­KK) yang memproduksi ta­na­man pangan seperti padi. Na­mun, me­nurut Firman, peng­guna pupuk subsidi di luar petani ter­nyata ba­nyak. Seperti pengusaha tana­man hortikultura dan perke­bunan yang justru menyerap pupuk urea cu­kup besar.

Dia menuding, tidak disiplin­nya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pelaksana untuk meng­awal sampai tingkat bawah se­hingga penyimpangan penya­lah­gunaan selalu terjadi di tingkat distributor hingga penyalur.
 
Oleh karena itu, Komisi Penga­wasan Pupuk dan Pestisida (KP3) di bawah kendali Sekre­taris Dae­rah (Sekda) di tingkat kabu­paten, kota dan provinsi tidak ber­jalan. Akibatnya, pupuk subsidi yang disalahgunakan.

“Berapapun besarnya kalau sis­temnya tidak diperbaiki akhir­nya pupuk selalu kurang. Apalagi yang menggunakan pupuk urea ini tidak hanya tanaman pangan karena pengawasannya lemah. Pupuk subsidi ini berubah fungsi untuk perkebunan dan tanaman hortikultura,” jelas Firman.

Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengaku sudah gerah dengan banyaknya pupuk subsidi yang tidak diterima oleh para pe­tani di daerah. Karena itu, pi­hak­nya menggandeng KPK un­tuk mengkaji terjadinya penye­le­wengan pupuk subsidi.

“Kami bersama KPK sedang me­lakukan kajian soal distribusi pupuk ini. Mudah-mudahan nanti akan ada rekomendasi,” ujar dia.

Menurut politisi PKS itu, kerja sama itu dilakukan agar penyele­we­ngan pupuk subsidi bisa dike­tahui. Apabila ada indikasi terja­dinya kerugian negara, maka bisa ditindak langsung oleh lem­baga anti korupsi itu.

Dengan menggaet KPK, pihak­nya yakin distribusi pupuk akan tepat sasaran dan memenuhi dae­rah-daerah yang sebelumnya ti­dak tersalurkan.

Untuk diketahui, Kementan menyiapkan dua skenario penga­juan anggaran pupuk subsidi un­tuk tahun depan, yakni Rp 24 tri­liun atau Rp 26 triliun. Angka ter­sebut naik sekitar Rp 4 triliun di­banding alokasi pupuk bersub­sidi tahun ini, yaitu Rp 22,16 triliun yang diba­yarkan dalam dua skema.

Menurut Suswono, penyimpa­ngan terjadi karena disparitas harga pupuk subsidi dan non sub­sidi. Saat ini, dispa­ritas harga pu­puk yang disubsidi dengan yang tidak disubsidi cukup jauh bisa mencapai Rp 2.200 per kilogram (kg).

Harga pupuk yang disubsidi sebesar Rp 1.800 per kg, se­dang­­kan pupuk non subsidi Rp 4.000 per kg, sehingga rawan pe­nyim­pangan. Jika kebocoran masih tinggi seperti itu, lebih baik sub­sidi pupuk yang men­capai Rp 23 triliun diberikan langsung ke petani dengan kompensasi lain.

Selama ini, kata Suswono, ba­nyak penyimpangan sehingga pu­puk subsidi tidak tepat sasaran, tidak tepat waktu dan harganya tidak tepat sesuai dengan harga yang ditentukan. Dia berharap, kerja sama dengan KPK akan menghasilkan rekomendasi yang baik agar para petani yang lebih membutuhkan tetap bisa me­ma­kai pupuk subsidi tersebut.

Suswono mengatakan, banyak­nya penyimpangan pupuk subsidi akibat pengawasan di daerah yang lemah.

“Kalau kontrolnya lemah maka pupuk subsidi akan lebih banyak disalah­gunakan,” ujarnya.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA