Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Dadang Suwarna menilai, industri minyak nasional sedang ada di persimpangan jalan. Di satu sisi produksi minyak dituntut terus meningkat tapi disisi lain aturan yang ada tidak kondusif bagi para investor.
“Yang jadi masalah investornya juga licik. Giliran haknya dia minta cepat bagiannya, giliran kewajibannya ke pemerintah (pajak) lama,†tuding Dadang saat jumpa pers diskusi mewujudkan kedaulatan energi nasional di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin.
Dalam kesempatan tersebut hadir Deputi Pengendalian Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Aussie B. Gautama, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Naryamto Wagimin dan Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Andang Bachtiar, Direktur Eksekutif Managing Indonesia Energy Instituite dan Vice President Management Representative SKK Migas di ConocoPhillips Elan Biantoro.
Lebih lanjut Dadang mengungkapkan, saat ini tidak ada data berapa sebenarnya minyak dan gas yang keluar dari bumi Indonesia. Padahal, negara lain sudah bisa mengetahui berapa jumlah minyak dan gas bumi yang keluar dari lapangannya.
Karena itu, hitungan produksi minyak harus di validasi dan diuji lagi untuk mengetahui berapa sebenarnya jumlah produksi minyak dan gas.
Menurutnya, hasil rapat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditemukan adanya perbedaan jumlah produksi.
“Sekarang produksi minyak turun, tapi
cost recovery (biaya pengembalian) terus naik. Nah, yang jadi pertanyaan sebenarnya berapa produksi minyak dari perut bumi ini. Itu yang harus disampaikan,†usulnya.
Selain itu, Dadang mengatakan,
cost recovery banyak yang di
-mark up. Dia mencontohkan, dalam hal pembeliaan pipa gas, ada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang tidak mau membeli produk dalam negeri dengan alasan takut bocor. Padahal, itu alasan mereka untuk membeli dari grupnya sendiri.
“Apalagi saat ini pengeboran juga masih menyewa. Masa kita tidak bisa membuatnya,†ujarnya.
Kondisi itu ditambah dengan aturan bisnis minyak berpatokan pada
Indonesia Crude Price (ICP). Padahal, biasanya harga ICP lebih rendah dari harga minyak. Hal ini juga membuat rugi negara.
Karena itu, SKK Migas harus bisa menghitung berapa sebenarnya jumlah gas yang keluar dari perut bumi Indonesia ini. Selain itu, harus bisa mengetahui harga pipa dan teknologinya.
Dadang juga menyoroti, tidak adanya pembangunan kilang baru. Padahal, dengan kilang baru bisa menekan impor BBM. Yang terjadi saat ini, Indonesia lebih senang ekspor bahan mentah dan impor BBM-nya. “Ini kan cari komisi saja,†jelasnya.
Terakhir, dia menilai, harga BBM yang murah dengan alasan untuk membantu ekonomi kecil itu tidak betul. Justru yang terjadi, sebagian besar BBM diselundupkan oleh teman sendiri.
Nah, terkait keluhan para investor dengan penerapan Pajak Bumi Bangunan (PBB), dia mengatakan, semua bisa diperbaiki. “Yang tidak bisa diperbaiki cuma Al-Quran dan kitab suci,†ujarnya dengan nada becanda.
Menanggapi tudingan, Deputi Pengendalian SKK Migas Aussie B. Gautama berusaha meluruskan soal perhitungan berapa produksi minyak dan gas bumi sebenarnya.
Menurutnya, dalam perhitungan produksi minyak dan gas ada meterannya dan itu juga ada segelnya. Nah, pada saat perhitungan lifting juga dihadiri saksi dari KKKS, pemerintah, Kementerian Keuangan dan Surveyor Indonesia. “Jadi produksi minyak dan gas sudah pasti benar,†klaimnya.
Dia juga berharap, pemerintah mendatang bisa menyelesaikan masalah perizinan yang sekarang tumpang tindih.
Menurutnya, Indonesia dalam ancaman krisis energi. Karena itu, dia berharap industri migas dijadikan lex specialis. Apalagi, saat ini banyak sumur minyak peninggalan Belanda yang belum dimaksimalkan yang ada dari Sabang sampai Merauke.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Naryanto Wagimin berharap target produksi minyak tahun ini 810 ribu barel per hari bisa tercapai salah satunya dari Blok Cepu. Selain itu, pemerintah akan memperbaiki peraturan yang dinilai tidak memberikan dukungan kegiatan eksplorasi, seperti peraturan soal data dan survei. ***