Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan mengatakan, langÂkah itu untuk meningkatkan lifÂting minyak. Apalagi saat ini proÂduksi minyak nasional terus turun.
Untuk diketahui, produksi miÂnyak nasional rata-rata 796 ribu baÂrel per hari (bph). Angka itu jauh dari target pemerintah dalam AngÂgaran Pendapatan dan Belanja NeÂgara (APBN) sebesar 870 ribu bph.
Karena itu, Kementerian EnerÂgi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan besaran lifting sebesar 818 ribu barel per hari (bph) di Anggaran dan PenÂdaÂpatan Belanja Negara PeruÂbahan (APBN-P) 2014. “DihaÂrapkan langkah ini bisa menaikkan lifting minyak juga,†ujar Syarief di Kementerian ESDM, kemarin.
Dia yakin pengusaha UKM atau koperasi bisa mengoptimalÂkan sumur minyak yang oleh peÂngusaha besar dinilai tidak proÂduktif dan kelola. Jika itu bisa dilaÂkukan, ekonomi semakin tumÂbuh. Apalagi, UKM tidak terpengaruh pihak luar.
Syarief menegaskan, KemenÂterian ESDM tidak perlu risau terÂkait modal yang harus dikeÂluarÂkan para usaha kecil dan koÂperasi. Pemerintah memiliki berÂbagai program yang disalurkan pada pengusaha kecil dan koperasi. “Kami memiliki banyak proÂgram, punya dana bergulir jika KeÂmenterian ESDM memÂberikan sumur tua,†ungkap politisi Demokrat ini.
Menteri ESDM Jero Wacik meÂngatakan, tidak menutup kemungÂkinan pihaknya memberi izin pada UKM dan koperasi unÂtuk mengÂgarap sumur tua dengan kapasitas 100 barel per hari. “Kalau geoÂterÂmal itu memang agak berat, karena haÂrus ngebor,†timpalnya.
Wacik menyebutkan, dengan dana Rp 5 miliar, pelaku UKM dan koperasi bisa melakoni bisnis energi skala kecil seperti mikro hydro atau tenaga surya.
“Saya setuju sumur tua dibeÂrikan. Coba nanti dijajaki, perteÂÂmuÂan dengan Dirjen Migas,†katanya.
Politisi Demokrat itu menÂjeÂlasÂkan, sumur tua di bawah proÂduksi 500 barel per hari sudah tiÂdak efisien bagi peÂngusaha besar. “Apa yang bisa kita sinergikan (ESDM dan UKM), biar rakyat yaÂng dapat,†ucapnya.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengaÂtakan, tidak mudah bagi UKM mengelola sumur tua migas. Karena pengeboran terÂsebut butuh modal besar.
“Semakin sumur tua, maka biaya produksinya juga semakin beÂsar. Karena itu banyak peruÂsaÂhaan yang tidak mau mengelola sumur tua,†ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Selain itu, lanjut Mamit, meÂngeÂlola sumur tua juga tidak muÂdah karena memerlukan tekÂnoÂlogi. Karena itu, biaya memÂbengÂkak. Karena itu, Menteri Syarief diminta mengaca diri dan tak berÂlebihan dalam mendorong UKM.
Kendati begitu, dia mengaku sah-sah saja dengan rencana terÂsebut. Namun, hal itu harus dilaÂkukan bertahap dan ada pendÂamÂpingan. Jangan sampai sumur yang diserahkan ke UKM itu maÂlah dipindahalihkan ke swasÂta. “
Sumur tua adalah sumur-sumur minyak bumi yang dibor sebelum tahun 1970. Saat ini, pemerintah berupaya mengoptimalkan produksi minyak bumi sumur tua.
Pengelolaannya diutamakan dilakukan perusahaan daerah seperti Badan Usaha Milik DaÂerah (BUMD) dan Koperasi Unit Desa (KUD) dengan tujuan meÂningkatkan kesejahteraan maÂsyaÂrakat sekitar.
Pengelolaan sumur tua diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No 01 tahun 2008 tentang PedoÂman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi Pada Sumur Tua.
Hingga saat ini, sejumlah perjanjian kerja sama penguÂsahaan sumur tua telah ditanda tangani. Selama tahun 2012, pemerintah telah menerbitkan persetujuan bagi 5 Koperasi Unit Desa (KUD) untuk memprodukÂsikan minyak bumi pada sumur tua. Total sumur yang dikelola sebanyak 280 buah. ***