Staf Ahli Menperin Tagih Komitmen Pejabat SKK Migas

enggunaan Produk Lokal Baru 66 Persen

Selasa, 01 April 2014, 09:20 WIB
Staf Ahli Menperin Tagih Komitmen Pejabat SKK Migas
SKK Migas
rmol news logo Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) di sektor migas belum maksimal. Apalagi saat ini masih banyak untuk jasa saja.

Staf Ahli Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri Menteri Perindustrian Ferry Yahya mengatakan, saat ini P3DN industri migas sudah mencapai 66 persen dengan nilai 22 miliar dolar AS.

“Dari 66 persen itu, 15 persennya masih barang dan sisanya jasa (tenaga kerja),” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Harusnya, kata dia, SKK Migas memerintahkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) meningkatkan penggunaan barang untuk kegiatan pertambangan migas guna mengembangkan industri dalam negeri.

Menurut Ferry, saat ini pihaknya sedang mempercepat penyelesaian peraturan pemerintah (PP) soal P3DN yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Perindustrian. Dalam klausal aturan itu, jajaran pemerintah pusat dan daerah, baik BUMN dan BUMD wajib menggunakan produk dalam negeri.

“Termasuk semua kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam,” katanya.

Dia mengaku saat ini pengadaan barang untuk kegiatan pengeboran migas masih 100 persen impor. Karena itu, dia berharap, dalam kontrak pengeboran migas di Indonesia harus dimasukkan poin penggunaan produk dalam negari. “Misalnya, ke depan penggunaan rig untuk menggunakan produk dalam negeri,” jelasnya.

Dalam PP yang sedang digodok oleh Kemenperin itu juga akan membahas sanksi kepada BUMN dan BUMD yang tidak mau menggunakan produk dalam negeri.

 â€œSanksinya administratif, pertanggungjawabannya bisa diturunkan dari jabatannya,” tegas Ferry.

Dia juga mengkritisi sejumlah kebijakan pemerintah daerah dan BUMN yang lebih memilih membeli produk China dibanding produk lokal.

Sekretaris Jenderal Kemenperin Anshari Bukhari mengatakan, untuk mendukung P3DN pemerintah akan menjatuhkan sanksi tegas bagi pejabat yang melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa.    Menurutnya, sudah banyak payung hukum yang mengatur mengenai P3DN. Hanya saja, belum merinci hak dan kewajiban pelaku industri, hak dan kewajiban konsumen, wewenang dan peran pemerintah dan sanksi.

Saat ini, payung hukum P3DN secara tersirat masuk substansi beberapa UU, antara lain UU No.22 tahun 2001 mengenai Migas yang mengamanatkan penggunaan barang dan jasa dalam negeri. Kemudian UU No.27 tahun 2003 mengenai Panas Bumi, lalu UU No.30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan yang kurang lebih memuat kewajiban penggunaan produk lokal.

Selain itu, aturan mengenai produk lokal di bawah undang-undang juga sudah banyak dikeluarkan, seperti Keppres No.80 tahun 2003 mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah. Presiden juga sudah mengeluarkan Inpres No.2 tahun 2009 mengenai penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

“Tetapi belum ada soal langkah tegas mengenai sanksi. Undang-Undang Perindustrian memuat ini agar dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 daya saing sudah meningkat,” kata Anshari.

Menurutnya, sanksi diperlukan agar penerapan P3DN berjalan maksimal sehingga bisa meningkatkan daya saing produk industri dalam negeri. Pasal 85 UU Perindustrian menyebutkan, untuk pemberdayaan industri dalam negeri pemerintah meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA