Hidayat mengaku, Duta Besar (DUbes) Jepang untuk Indonesia Yoshinori Katori sudah menemuinya, Rabu (19/3). Dalam pertemuan itu, Pemerintah Jepang mempertanyakan dan melobi agar aturan larangan ekspor mineral mentah diperlunak.
“Mereka meminta ekspor mineral ke Jepang dibuka kembali,†ujarnya di Jakarta, kemarin.
Kata Hidayat, Dubes Katori menganggap larangan ekspor produk tambang mentah Indonesia menyusahkan Jepang. Pasalnya, 44 persen kebutuhan nikel negara itu tergantung dari pasokan Indonesia. Selebihnya dari Filipina.
Hingga kini, Jepang masih mengalami kesulitan mencari produsen nikel pengganti Indonesia. Jepang juga menganggap Pemerintah Indonesia mendadak membuat aturan larangan ekspor mineral. “Kalau ekspor itu berhenti, mereka masalah,†ucap Hidayat.
Namun, politisi Partai Golkar itu menekankan, Indonesia tetap konsisten melaksanakan larangan ekspor sesuai amanat Undang-Undang (UU) Mineral Dan Batubara (Minerba) dan UU Perindustrian. Apalagi pihaknya tak melihat keseriusan Negeri Sakura untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri.
Selama ini, kata Hidayat, Jepang selalu bilang akan membangun industri hilir tambang di dalam negeri untuk mengikuti aturan Indonesia. Namun, hingga kini hanya sampai melakukan studi kelayakan (feasibility study/FS) saja. Padahal, aturan itu sudah berlaku sejak 2009. Namun, Jepang tidak berusaha membangun smelter.
“Kami tidak anggap serius membangun jika baru FS. Kalau membangun itu ya sudah siap rencana lokasi, segala macam lah,†tuturnya.
Hidayat mengatakan, Jepang sebenarnya sudah memiliki pemikiran tersebut. Namun, banyak pertimbangan yang harus dilakukan seperti ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) yang akan terjadi di negara itu.
Karena tidak berhasil melobi, Hidayat mengatakan, Jepang mengancam akan menggugat hilirisasi ini ke WTO. Namun, sebelum melapor ke WTO, Jepang akan menemui Menko Perekonomian Hatta Rajasa untuk membicarakan masalah ini secara government to government (G to G) atau antara kedua pemerintahan.
“Kalau opini sama kuat sampai nggak ada jalan keluar, mereka mau diwasiti WTO. Saya bilang silakan saja,†tantang bekas Ketua Umum Kadin ini.
Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukhyar mengatakan, hingga saat ini belum ada satu pun perusahaan tambang yang menyetorkan uang jaminan keseriusan pembangunan smelter.
Padahal, uang jaminan smelter tersebut merupakan bukti komitmen perusahaan untuk mempercepat hilirisasi sektor pertambangan.
Freeport Mampu Bangun SmelterMenteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan tak percaya PT Freeport Indonesia tidak sanggup membangun pabrik pengolahan atau smelter sendiri.
Menurut Dahlan, dari sisi keuangan, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu mampu membangun smelter sendiri.
“Freeport itu kan (perusahaan) kuat. Lebih kuat dari BUMN,†ujar Dahlan di Jakarta, kemarin.
Kendati begitu, dia mengaku hanya mengikuti keputusan pemerintah pusat. “Saya ikut saja. Terserah maunya bagaimana,†ucap Dahlan.
Dalam surat yang dikirimkan ke pemerintah, Freeport keberatan dengan besarnya biaya investasi pembangunan smelter. Perusahaan itu tengah mempertimbangkan pembangunan smelter dengan skema kerja sama pemerintah-swasta atau public private partnership (PPP). ***