Takut Dibilang Omdo, Wamen ESDM Minta Target EBT Diubah

Pesimis Target 23 Persen Tercapai Pada 2025

Jumat, 21 Maret 2014, 08:28 WIB
Takut Dibilang Omdo, Wamen ESDM Minta Target EBT Diubah
ilustrasi
rmol news logo Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) pesimis dengan target 23 persen pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di 2025 dengan roadmap Kebijakan Energi Nasional (KEN). Padahal, itu dibuat untuk menggenjot pertumbuhan sejumlah energi dan mengurangi ketergantungan terhadap energi lain secara bertahap. 

“Menurut saya target 23 persen sangat berat dengan pencapaian saat ini,” ujar Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, proyeksi pengembangan EBT 25 persen di 2025 harus segera diubah sehingga tidak berimplikasi kepada eksistensi pemerintah dalam menyerap energi terbarukan bagi sektor energi di dalam negeri.

 â€œSaya yakin 2025 tidak tercapai. Kalau tidak tercapai cepat-cepat kita ubah. Saya takut pemerintah dianggap omdo (omong doang). Jadi jangan sampai target tidak tercapai karena regulasi,” ucap Susilo.

Dia menjelaskan, pengembangan EBT harus massif dilakukan dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen). Dengan demikian, kebijakan yang diterapkan bisa maksimal dijalankan.  Harus ada juga kolaborasi pemerintah dan swasta.

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang KEN sudah disahkan DPR.

Dalam RPP KEN itu, pemerintah akan menggenjot pertumbuhan sejumlah energi dan mengurangi ketergantungan terhadap energi lain secara bertahap. Salah satu energi yang digenjot pertumbuhannya adalah EBT.

Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan, EBT menjadi energi yang pertumbuhannya diharapkan paling besar.

“Yang paling besar pertumbuhannya dalam kebijakan energi nasional adalah energi baru dan energi terbarukan. Sekarang 6 persen akan menjadi 23 persen pada tahun 2025,” kata Wacik.

Anggota Komisi VII DPR Alimin Abdullah mengatakan, pengurangan ketergantungan minyak dalam PP ini penting untuk mensejahterakan rakyat.
Alasannya, karena selama ini subsidi BBM, listrik dan subsidi lain sebesar Rp 300 triliun banyak dinikmati kalangan menengah ke atas atau orang yang tinggal di kota. Bukan masyarakat bawah yang tinggal di desa. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA