China Ogah Ubah Harga, RI Bisa Bawa Renegosiasi Gas Tangguh Ke Arbitrase

Harga Gas Domestik Sudah Mencapai 13 Dolar AS Per MMBTU

Rabu, 19 Maret 2014, 09:18 WIB
China Ogah Ubah Harga, RI Bisa Bawa Renegosiasi Gas Tangguh Ke Arbitrase
ilustrasi
rmol news logo Pemerintah berjanji terus melakukan renegosiasi penjualan harga gas dari lapangan Tangguh, Papua ke China secara bertahap dengan tetap menghormati kontrak yang ada. Targetnya sih, tahun ini selesai.

Kepala Urusan Komunikasi dan Publikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Heru Setyadi mengatakan, pemerintah pernah melakukan negosiasi harga gas Tangguh ke China pada 2006 supaya harganya naik sesuai kenaikan harga minyak dunia. 

“Negosiasi pada 2006 menghasilkan peningkatan harga dan klausul peninjauan harga setiap empat tahun sekali,” kata Heru kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Artinya, menurut Heru, perjanjian apapun namanya dapat diubah sesuai kesepakatan dengan tetap menghormati perjanjian awal dan keadaan saat ini. Dalam hal ini ruang untuk renegosiasi masih terbuka dan pemerintah terus mengupayakan yang terbaik untuk kepentingan negara.

Menurutnya, pemberhentian secara sepihak oleh pelaku perjanjian dapat dianggap sebagai pelanggaran kontrak. Secara awal perjanjian ini karena dilandasi hubungan baik dan niat baik kedua negara, tidak bisa dibayangkan dampak material dan immaterial yang akan diderita oleh pihak yang melakukannya.

Heru pun menjelaskan sejarah penjualan gas Tangguh ke China. Menurut dia, tahun 2000 kondisi pasar gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) berada dalam era buyers market. Pada era tersebut terlalu banyak potensi produksi LNG yang tersedia di pasar yang membuat pihak pembeli mengadakan kompetisi untuk mencari pemasok dengan harga yang paling murah.

Keadaan ini sangat berbeda pada periode tahun 1973-1999. Pada era itu produsen LNG masih terbatas sedangkan kebutuhan pasokan LNG sangat tinggi. Negosiasi penentuan harga lebih berpihak pada penjual sehingga dapat memaksakan formula harga LNG yang sangat tinggi.

Heru mengaku pada proses tender Guang Dong proyek LNG Tangguh dikalahkan proyek LNG North West Shelf (Australia). Namun, dengan diplomasi politik ke Pemerintah China, akhirnya Indonesia mendapat porsi untuk memasok LNG ke Fujian selama 25 tahun dengan kondisi yang sama dengan penawaran yang diajukan ke Guang Dong.

“Putusan ini sangat berat ditinjau dari aspek komersial, tetapi pilihan bagi pemerintah pada saat itu adalah proyek yang ditujukan untuk percepatan peningkatan ekonomi di wilayah Indonesia timur akan dilanjutkan atau tidak,” tuturnya.

Menurut Heru, saat itu pemerintah harus segera membuat keputusan. Jika gas itu tidak dijual ke China, Indonesia tidak akan mendapat untung. “Kalau tidak, penerimaan negara dari penjualan gas Rp 350 triliun itu tidak akan kita nikmati,” ujarnya.

Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mengaku pihaknya sedang melakukan negosiasi ulang kontrak penjualan gas Tangguh. Renegosiasi kontrak penjualan akan menekankan pada perubahan harga supaya bisa di atas harga domestik.

“Progres negosiasi harga dengan Fujian masih diproses, akhir tahun ini kita harapkan selesai,” ujar Susilo.

Terkait lamanya proses negosiasi, Susilo menjawab santai. “Yang namanya negosiasi pasti tidak bisa cepat karena prosesnya sangat alot. Ya begitulah,” ucapnya.

Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Edy Hermantoro menambahkan, pemerintah sudah mengusulkan perubahan batas atas harga gas.

Edy mengatakan, Pemerintah China berjanji akan mempelajari usulan yang disampaikan Indonesia. Edy menegaskan, sebaiknya China mau meninjau ulang kontrak harga gas tersebut, mengingat harga jual gas di dalam negeri juga sudah tinggi, yaitu berkisar antara 9,5-13 dolar AS per MMBTU. Sebaliknya, harga kontrak gas Tangguh ke Fujian hanya 3,5 dolar AS per MMBTU.

Direktur Eksekutif Energi Watch Mamit Setiawan meminta Pemerintah Indonesia tegas terhadap Pemerintah China supaya mau menaikkan harga sesuai dengan harga gas saat ini.

“Pemerintah bisa membawa renegosiasi ini ke arbitrase jika mereka (China) tidak mau mengubah harga belinya,” saran Mamit.

Apalagi berdasarkan kontrak, Indonesia sebagai penjual memiliki hak untuk mengubah harga jual gas ke Fujian, China sesuai harga patokan di regional setiap empat tahun.

Untuk memperbaiki harga LNG Tangguh tersebut, Presiden SBY telah membentuk kembali Tim Renegosiasi Perjanjian Penjualan dan Pembelian LNG Tangguh dalam Keputusan Presiden RI Nomor 10 tahun 2013, tanggal 13 Mei 2013.

Sebelumnya, 10 Mei 2013 seusai menerima delegasi China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) yang dipimpin Chairman Board of Directors of China CNOOC, Wang Yilin, Menteri ESDM Jero Wacik menyatakan, pihak CNOOC  bersedia melakukan renegosiasi harga Tangguh. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA