Efisiensi Newmont Hambat Pembangunan Daerah

Pemerintah Diminta Cari Jalan Keluar

Kamis, 06 Maret 2014, 08:24 WIB
Efisiensi Newmont Hambat Pembangunan Daerah
ilustrasi
rmol news logo Pemerintah Provinsi Nusa Teng­gara Barat (NTB) menge­luhkan ketidakjelasan opera­sio­nal PT Newmont Nusa Teng­gara (PTNNT) terkait pengenaan bea keluar terhadap ekspor kon­sentrat tembaga perusahaan ter­sebut. Ketidakjelasan operasio­nal peru­sahaan tersebut berdam­pak pada keberlanjutan rencana pem­ba­ngunan dan matinya se­jumlah sumber penghidupan eko­nomi di daerah tersebut.

Gubenur NTB Zainul Majdi me­nyatakan, aktivitas opera­sional tam­bang Newmont yang di­kurangi akibat pengenaan bea ke­luar ter­hadap konsentrat tem­baga peru­sahaan tersebut menim­bulkan be­berapa hambatan dalam pem­ba­ngunan di NTB. Pasalnya, keha­dir­an perusahaan itu mem­berikan man­faat yang besar bagi daerah.

“Kami akan melakukan pende­ka­tan dengan pemerintah pusat agar mencari jalan keluar win-win so­lution terhadap pemberlakuan per­aturan biaya keluar ini,” ujar Zainul.

Sekretaris Daerah Kabupaten Sumbawa Barat W Musyafirin mengatakan, kebijakan bea ke­luar progresif tersebut menim­bul­kan cost social yang tinggi di daerah. Akibat efisiensi yang dila­ku­kan Newmont, ribuan pe­kerja kontraktor meninggalkan NTB sejak Januari lalu. Hal ini menimbulkan kelesuan di pasar dan pertokoan.

“Kalau Newmont tidak bisa membangun sendiri smelter yang investasinya mencapai Rp 12 tri­liun, mengapa pemerintah tidak mau bangun sendiri smelter se­hingga dampaknya tidak meru­gikan daerah,” tegasnya.

Pengamat pertambangan dari Perhimpunan Ahli Tambang In­donesia (Perhapi) Disan Budi San­toso mengatakan, jika terjadi ma­salah di daerah akibat kebija­kan Undang-Undang Minerba, maka pemerintah pusat harus memiliki solusi untuk menyelesaikannya.

“Pemerintah pusat dapat mem­beri­kan kompensasi kepada pe­me­rintah daerah yang menga­lami kerugian ataupun dampak yang merugikan ari pember­lakuan atur­an tersebut,” ujarnya kepada Rakyat Medeka.

Di samping penerapan bea keluar, pemerintah saat ini juga tengah merampungkan renego­siasi kontrak karya. Ada enam poin renegosiasi kontrak, yakni batasan luas wilayah, penerimaan negara (royalti), divestasi saham, kewajiban pengolahan dan pe­murnian, tingkat penggunaan ba­rang dan jasa dalam negeri serta perpanjangan kontrak.

Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukyar mengatakan, dalam kaitannya dengan renegosiasi kontrak karya, PT Freeport dan Newmont memiliki perbedaan. Untuk Freeport, tidak ada masa­lah terkait semua poin renego­siasi. Sementara Newmont sangat sulit memenuhi keenam poin re­negosiasi tersebut.

“Kalau Freeport tidak ada ma­salah, tetapi bagi Newmont itu berat. Newmont itu berdarah-da­rah, susah sekali. Kondisi ke­ua­ngan mereka berbeda dengan Freeport,” kata Sukyar. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA