Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Saleh Abdurrahman mengaku, pihaknya sudah menerima surat teguran KPK terkait dengan renegosiasi kontrak karya pertambangan.
“Kami sudah menerima surat dari KPK. Surat tersebut tertanggal 21 Februari,†ujar Saleh kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Saleh menolak pihaknya disebut lambat melakukan renegosiasi kontrak karya pertambangan. Soalnya, saat ini proses renegosiasi terhadap perusahaan PT Freeport dan yang lainnya tengah terus berlangsung.
Ia mengatakan, ada enam poin renegoisasi yang sedang dibahas antara pemerintah dan pengusaha. Yaitu, mengenai pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih mineral
(smelter) di dalam negeri, luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP), kenaikan royalti untuk penerimaan negara, divestasi serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
Terkait royalti, kata Saleh, prosesnya terus berlangsung. Beberapa perusahaan tambang setuju untuk melakukan renegosiasi kontrak royalti. “Memang tidak mudah memaksa mereka menyetujui renegosiasi royalti, karena kontraknya berbentuk
lex specialis. Tapi, kita sudah ada aturan baru soal penerimaan negara bukan pajak itu,†jelasnya.
Namun, pihaknya menolak disebut takut terhadap Freeport terkait renegosiasi kontrak karya pertambangan.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pihaknya telah melakukan kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batubara (minerba) dan telah dipaparkan pada Kementerian ESDM dan pihak terkait Agustus 2013.
Menurut Johan, salah satu temuan KPK adalah adanya celah terjadi kerugian negara disebabkan tidak terpungutnya dengan optimal royalti 37 Kontrak Karya (KK) dan 74 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Salah satu temuannya tentang jenis tarif PNBP erhadap minerba yang berlaku pada kontrak karya lebih rendah dibanding tarif yang berlaku pada IUP mineral.
Terkait hal itu, KPK telah mengirimkan surat bernomor B-402/01-15/02/2014 yang ditujukan kepada Menteri ESDM. Surat ini ditembuskan kepada Presiden, dikirim 21 Februari 2014 agar pihak terkait segera menindaklanjuti.
KPK melihat proses renegosiasi kontrak itu berlarut-larut. Padahal, dalam pasal 169 UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, telah dinyatakan dengan tegas bahwa ketentuan yang tercantum dalam pasal KK dan PKP2B disesuaikan selambat-lambatnya 1 tahun sejak UU No.4 Tahun 2009 diundangkan. Artinya, renegosiasi kontrak semestinya sudah selesai 12 Januari 2010.
“Dengan berlarut-larutnya proses renegosiasi, berdampak tidak terpungutnya penerimaan negara, dan ini tentu saja merugikan keuangan negara,†sentil Johan.
Johan mencontohkan, Freeport sejak 1967 sampai sekarang menikmati tarif royalti emas 1 persen dari harga jual per kg. Padahal, di dalam peraturan pemerintah yang berlaku, tarif royalti emas sudah meningkat menjadi 3,75 persen dari harga jual emas per kg.
Dengan berlarut-larutnya penyesuaian kontrak oleh Freeport, katanya, terjadi kerugian keuangan negara 169 juta dolar AS setiap tahun dari yang semestinya menerima 330 juta dolar AS. Kenyataannya, negara hanya menerima 161 juta dolar AS. ***