Pemerintah Perlu Mengantisipasi Kerugian Larangan Ekspor Tembaga

Selasa, 11 Februari 2014, 09:06 WIB
Pemerintah Perlu Mengantisipasi Kerugian Larangan Ekspor Tembaga
ilustrasi
rmol news logo Pengenaan bea keluar atas ekspor konsentrat tembaga dinilai merugikan kepentingan nasional apabila perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) mengadukan permasalahan tersebut ke arbitrase internasional. Pasalnya, ekspor konsentrat tembaga bakal di-stop.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Natsir Manyur mengungkapkan, selama ini perusahaan pemegang KK memberi kontribusi besar terhadap pendapatan negara melalui pajak, royalti dan pendapatan non pajak.

Kontribusi tersebut belum termasuk berbagai program tanggung jawab sosial (social corporate responsible/CSR), program pengembangan masyarakat dan pembelian barang dan jasa kandungan lokal.

Dari postur kontribusi keuntungan setelah dikurangi pajak, pemerintah merupakan pihak yang memperoleh porsi nilai tambah dan manfaat terbesar sekitar 67 persen melalui pajak, royalti dan pendapatan non pajak tersebut. Sementara 33 persen keuntungan sisanya disalurkan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.

Beberapa perusahaan yang sudah melakukan divestasi saham seperti PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT), dividen tersebut dibagikan kepada pemegang saham Indonesia yang mewakili kepentingan nasional.

Sebelumnya, ketika pemerintah belum melaksanakan UU Minerba terkait dengan larangan ekspor bahan mentah pada awal 2014 lalu, Natsyir Mansyur paling getol mengingatkan pemerintah. Politisi Golkar itu bahkan mendesak agar pemerintah tidak ragu memberlakukan UU Minerba agar ada pembangunan smelter (industri pengolahan dalam negeri).

Presiden Direktur PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) Martiono Hadianto mengatakan, pihaknya sangat mendukung kebijakan Undang-Undang Minerba melalui penjualan konsentrat tembaga kepada PT Smelting di Gresik, Jawa Timur.

Selain KK menjamin hak PTNNT untuk mengekspor konsentrat tembaga, perseroan juga akan melakukan negosiasi dan menandatangani perjanjian pasokan konsentrat dengan dua perusahaan Indonesia yang telah mengumumkan rencananya kepada publik untuk membangun smelter tembaga baru di Indonesia.

“Keberlanjutan operasi tambang (Batu Hijau) adalah untuk kepentingan pemerintah dan stakeholder lainnya, termasuk masyarakat lokal, karyawan dan perusahaan itu sendiri,” ujar Martiono.

Langkah yang sama dilakukan PT Freeport Indonesia. Perusahaan tersebut telah menandatangani kerja sama dengan dua perusahaan yang akan membangun smelter dan melakukan studi kelayakan untuk membangun smelter sendiri di dalam negeri.

Natsir melanjutkan, tujuan bea keluar untuk mendorong perusahaan mineral tambang membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri justru memberatkan perusahaan tambang. Untuk perusahaan pemegang IUP, bea keluar sangat memberatkan dan sudah pasti tidak akan dipenuhi. Untuk perusahaan pemegang KK, ketentuan bea keluar menciderai KK. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA