Berdasarkan Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), porsi Penanaman Modal Asing (PMA) di sektor tambang memang masih kurang dari 50 persen dari jumlah IUP yang ada. Tapi, kecenderungannya makin meningkat.
Untuk itu, Kementerian ESDM mendata ulang seluruh perusahaan mineral dan batubara (minerba) berdasarkan komposisi kepemilikan sahamnya agar sesuai aturan baru.
Direktur Pengusahaan dan Pembinaan Mineral Kementerian ESDM Dede I Suhendra mengatakan, meski pemberian IUP merupakan kewenangan pemerintah daerah, namun untuk pengalihan saham kepada pihak asing tetap harus lewat persetujuan pemerintah pusat.
“Kami akan mengeceknya. Kalau ada pelanggaran kami akan menindaknya,†kata Dede.
Untuk diketahui, berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 27 Tahun 2013 tentang Tata Cara dan Penetapan Harga Divestasi Saham serta Perubahan Penanaman Modal di Bidang Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, untuk memperoleh persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyoal pengalihan saham kepada perusahaan asing, harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari pemerintah pusat.
Menurut Dede, Kementerian ESDM harus mengetahui detail perubahan komposisi saham maupun perombakan direksi perusahaan setelah pelepasan saham kepada pihak asing.
Dia mengatakan, pengalihan saham ke pihak asing paling besar 49 persen apabila IUP telah masuk tahapan operasi produksi. Sedangkan IUP tahapan kegiatan eksplorasi penjualan saham maksimal 75 persen.
“Untuk IUP eksplorasi, nantinya setelah masuk tahapan operasi produksi di tahun ke 10, tetap dikenakan kewajiban divestasi hingga 51 persen kepada kepemilikan nasional,†jelas Dede.
Dia mengatakan, sampai saat ini pemerintah juga masih berupaya menertibkan administasi IUP di seluruh Indonesia. Hingga per Januari ini, dari 10.917 IUP yang diterbitkan, baru sekitar 6.004 perusahaan tambang yang statusnya telah clean and clear (CnC). Sisanya 4.913 IUP masih bermasalah secara administrasi.
Bekas Dirjen Minerba Kementerian ESDM Thamrin Sihite pernah mengatakan, fenoma penguasaan tambang oleh asing ini mengejutkannya.
“Sekarang porsi PMA (Penanaman Modal Asing) memang masih kurang dari 50 persen dari IUP yang ada. Tapi kecenderungannya makin meningkat,†katanya.
Thamrin mengatakan, selama ini pelepasan saham ke asing banyak terjadi di IUP yang masuk tahap produksi. Padahal, tahap itu sudah minim risiko. Namun, bagi perusahaan yang sahamnya sudah beralih ke investor asing, otomatis terkena kewajiban divestasi saham, yakni setelah 5 tahun produksi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Nikel Indonesia (AMI) Mag Faisal Emzita mengaku, pihaknya mencatat saat ini ada 15 perusahaan lokal yang berstatus PMA.
Menurut dia, yang jadi persoalan IUP yang sudah diakuisisi asing tidak mungkin bisa dikembalikan lagi. “Karena terikat perjanjian internal perusahaan. Bisa-bisa dibawa ke badan arbitrase,†ujar Mag.
Sebelumnya, Komisi VII DPR mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi masalah tumpang tindih lahan IUP. Hal itu menyebabkan kerugian negara.
Anggota Komisi VII DPR Ali Kastela mengatakan, saat ini banyak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam pengeluaran IUP. Kerugian yang diakibatkan tumpang tindih IUP mencapai puluhan triliun. Apalagi saat ini banyak terjadi pengalihan, padahal itu dilarang dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009. ***