Revisi Undang-Undang Migas Dikhawatirkan Terganjal Pemilu

Bisnis Di Sektor Hulu Hingga Hilir Belum Punya Kepastian Hukum

Selasa, 28 Januari 2014, 08:34 WIB
Revisi Undang-Undang Migas Dikhawatirkan Terganjal Pemilu
ilustrasi
rmol news logo Revisi Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) dikhawatirkan molor. Padahal tuntutan revisi itu sangat mendesak karena investor meminta kepastian hukum.

Direktur Eksekutif Reformi­ner Institute Pri Agung Rakh­manto menilai, revisi undang-undang tersebut perlu dilakukan sebagai bentuk pengoptimalan tata kelola hulu migas.

“Tapi saya kira itu tidak selesai sampai Pemilu. Meski diadakan sidang, itu tidak akan selesai dalam sekali,” kata Pri dalam sebuah diskusi tentang UU Migas dan Perlindungan Kontrak Da­lam Memperkuat Kepastian Hu­kum di Jakarta.

Ia menjelaskan, sampai saat ini Undang-Undang Migas masih memiliki ketidakpastian dari aspek hukum hingga bisnis di sektor hulu hingga hilir. Pasca Ba­dan Pelaksana Usaha Hulu Migas (BP Migas) dibubarkan oleh Mahkamah Konsitusi (MK) dan berubah menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mekanisme kontrak Production Sharing Contract (PSC) belum mencapai pada filosofi dasar tata kelola hulu migas.

“Dari mekanisme kontrak saja, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) menjalankan bisnis langsung ke pemerintah atau melalui government to business (G to B). Seharusnya jika murni bisnis jalankannya businees to business (B to B),” terang Pri.

Tak hanya itu, Pri juga menilai selama ini SKK Migas hanya lembaga berbadan hukum yang di­miliki negara. Padahal jika me­lihat dari konteks bisnis hulu migas, SKK Migas seharusnya Ba­dan Usaha Milik Negara (BU­MN) yang tugasnya berbis­nis langsung oleh KKKS.

Menurut dia, jika sistemnya G to B mekanisme kontrak harus­nya berbentuk izin bukan melalui PSC. Jika SKK Migas memakai PSC, harus berbadan hukum dengan skema BUMN.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala SKK Migas Johan­nes Widjonarko menyatakan, re­visi Un­dang-Undang Migas perlu di­tuntaskan agar tata kelola migas na­sional lebih pasti.

Menurut dia, SKK Migas saat ini hanya instansi sementara sampai ada kepastian lembaga khusus yang menangani hulu migas nasional yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Migas nanti.

“Industri migas nasional saat ini memiliki banyak tantangan, yang paling besar terkait regulasi, khususnya pada saat pembubaran BP Migas dan Revisi Undang-Un­dang Migas yang sedang ber­jalan,” ujar salah satu saksi ka­sus suap Kepala SKK Migas ini.

Johannes mengatakan, ada beberapa hal yang perlu menjadi fokus utama, antara lain hubu­ngan dan sinkronisasi UU Migas dengan UU Energi, hubungan fungsi dan kewenangan inst­itusi­onal, ke­dudukan hukum pengelola dan kontrak migas terhadap institusi dan perundang-undangan lainnya.

Selain itu, lanjut Johannes, SKK Migas juga menyarankan dalam revisi juga memasukkan pertimbangan bagaimana cara memonetisasi sejumlah proyek gas ke depan, termasuk proyek infrastruktur gas.

Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha optimistis bisa me­nun­taskan revisi Undang-Undang Migas sebelum bergantinya ang­gota parlemen setelah Pemilu Le­gislatif 2014. “Revisi ini meru­pa­kan inisiatif DPR, kami yakin bisa dituntaskan,” tandas­nya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA