Khawatir Hambat Investasi, RUU Pertanahan Bikin Bingung

Jumat, 24 Januari 2014, 09:27 WIB
Khawatir Hambat Investasi, RUU Pertanahan Bikin Bingung
ilustrasi
rmol news logo Pemerintah dan DPR berencana membatasi lagi kepemilikan lahan komoditas perkebunan, pertanian atau tambak bagi badan hukum di satu provinsi tertentu. Namun, itu dikhawatirkan akan menghambat investasi.

Beberapa kalangan mengkhawatirkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan berpotensi menghambat investasi di sektor pertanian. Soalnya, RUU Pertanahan yang sedang digodok di DPR ini akan membatasi kepemilikan lahan di satu provinsi menjadi 10.000 hektar (ha) untuk komoditas perkebunan dan 50.000 ha untuk pertanian atau tambak.

Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sany Iskandar menilai, RUU itu tidak jelas, lantaran ada kekhawatiran dari pemerintah dan DPR yang cukup besar.

Menurutnya, ada kebingungan dalam kebijakan itu. Ini disebabkan di satu pihak, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kehutanan sedang gencar mendorong investasi. Di sisi lain, DPR membuat RUU tersebut yang justru membatasi lahan.

“Aturan itu jelas menghambat karena pemerintah mendorong adanya investasi dengan alasan untuk meningkatkan devisa negara, yakni dalam bentuk pajak. Tetapi di satu sisi pemerintah malah membatasi lahan. Bagaimana bisa membangun kalau lahannya dibatasi,” ungkap Sany di Jakarta, kemarin.

Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Ahmad Manggabarani mempertanyakan urgensi DPR membuat RUU Pertanahan yang di dalamnya mengatur tentang pembatasan lahan kepemilikan.

 â€œUntuk apa DPR membuat rancangan undang-undang tersebut, yang hanya akan membuat bingung bagi para pelaku usaha,” kritik Manggabarani.

Menurut dia, jika memang ingin membatasi kepemilikan lahan pertanian, perkebunan dan tambak, Komisi II DPR hendaknya membaca dulu UU Nomor 18 Tahun 2004 dan Permentan Nomor  98 Tahun 2013 yang juga mengatur soal pembatasan lahan perkebunan.

“Kalau mau membatasi lahan, seharusnya Komisi II dan Komisi IV bekerja sama untuk merevisi Permentan Nomor 98 Tahun 2013,” katanya.

Anggota Komisi II DPR Taufik Hidayat menjelaskan, tujuan dari pengaturan lahan itu untuk memeratakan kesempatan pemanfaatan lahan bagi kepentingan masyarakat dan bangsa.

“Kami ingin menghindari adanya kepemilikan lahan yang berlebihan oleh satu badan hukum tertentu di provinsi tertentu,” ujarnya.

Menurut Taufik, DPR akan intensif membahas RUU ini dapat selesai tahun ini. Meski demikian, RUU tersebut masih dalam proses dialogis dan belum final. “Proses dialog sedang berlangsung dan ini bukan harga mati, masih bisa dikritisi,” tuturnya.

Taufik juga menambahkan, DPR dan mitra di pemerintahan akan mengundang stakeholders terkait di sektor perkebunan dan pertanian untuk merumuskan dan mencari solusi bersama terkait pengaturan luas lahan yang ideal.

Dalam Pasal 27 ayat 2 RUU Pertanahan disebutkan, semua komoditas perkebunan hanya diberikan luas paling banyak 10.000 hektar untuk hak guna usaha kepada satu badan hukum dalam satu provinsi.

Sementara lahan pertanian atau tambak hanya diberikan luas maksimal sebanyak 50.000 hektar untuk hak guna usaha bagi satu badan hukum dalam satu provinsi.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA