Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Poltak Sitanggang, renegosiasi kontrak karya sebenarnya lebih efektif dalam mengambil alih manfaat dalam pengelolaan tambang.
“Fenomena itu, mempertegas pemerintah belum bisa mengambil manfaat dari amanat Undang Undang (UU) No 4 Tahun 2009 mengenai renegosiasi tambang dalam porsi kepemilikan saham. Padahal, banyak perusahaan asing yang memiliki manfaat besar dari investasinya di Indonesia. Ini patut dipertanyakan apakah eksekutifnya yang gagal dalam menyelesaikan tugas ataukah bagaimana,†katanya di sela-sela acara Rembug Nasional Pengusaha dan Pekerja Tambang Mineral Indonesia di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, dampak molornya renegosiasi tambang ini, negara kehilangan nilai ekspor 5 miliar dolar AS per tahun atau sekitar Rp 60 triliun, sehingga defisit perdagangan diprediksi meningkat hingga 14,7 miliar dolar AS.
Bahkan, kata dia, hasil ekspor industri pertambangan Indonesia juga telah berkurang hingga 164 juta dolar AS (Rp1,54 triliun) dalam sebulan.
Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) Erwin Usman menambahkan, UU Minerba harus dijalankan lebih terperinci lagi agar sesuai mandat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
“Kita sejak awal dalam posisi tambang dan mineral harus dikelola sesuai mandat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Rezim Kontrak Karya harus segera diakhiri dan dinasionalisasikan,†tutur dia.
Selain itu, sambung Erwin, dalam acara rembuk nasional ini juga untuk mencari jalan keluar atas perdebatan yang selama ini berkembang terkait UU Minerba yang akan berlaku 12 Januari 2014.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mengatakan, pemerintah mempunyai term of references yang menjadi acuan untuk melakukan renegosiasi dengan perusahaan pemegang kontrak karya maupun PKP2B.
“Renegosiasi sedang proses, bagus itu. Kita harapkan akhir 2013 semua selesai,†tutur Susilo.
UU Minerba menyebutkan ada enam poin yang harus ditaati perusahaan pemegang konsesi kontrak karya dan PKP2B.
Keenam poin itu adalah kewajiban divestasi saham kepada nasional, pemanfaatan produk dalam negeri, melaksanakan hilirisasi, menyesuaikan tarif royalti, peralihan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha, serta mengikuti batasan maksimum luas wilayah pertambangan. ***