Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengatakan, penerapan sistem pembelian BBM subsidi dengan sistem wajib non tunai menggu-nakan e-money akan mulai diterapkan tahun depan.
Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, sosialisasi kebijakan ini akan segera dilakukan. Untuk pilot project, Bali dan Batam jadi tempat pelaksanaan awal kebijakan ini. “Non tunai berlakunya tahun depan. Saat ini masih dalam tahap sosialisasi,†katanya.
Sommeng mengatakan, dasar hukum atau aturan yang melandasi kewajiban pembelian BBM subsidi wajib dengan non tunai adalah Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 1 Tahun 2013.
“Permen ESDM Nomor 1 tahun 2013 saat ini hanya mengatur larangan pembelian BBM subsidi untuk kendaraan dinas pemerintah, pemda, BUMN, BUMD, truk tambang batubara, perkebunan, kapal komersial. Nah aturan Permen tersebut sudah direvisi, revisi memasukkan kewajiban beli BBM subsidi wajib non tunai,†jelas Sommeng.
Sebelumnya, pemerintah sedang mempersiapkan pengaturan BBM subsidi dengan menggunakan sistem
Radio Frequency Identification (RFID). Masyarakat dipaksa untuk memasang alat pengawas itu di kendaraan pribadi.
Berdasarkan catatan
Rakyat Merdeka, pemerintah sudah beberapa kali mengeluarkan rencana pengendalian BBM subsidi. Di era Menteri ESDM Darwin Zahedi Saleh, pemerintah sempat mengeluarkan rencana kendaraan pelat hitam dilarang menggunakan BBM subsidi. Namun, rencana itu tidak jadi dijalankan.
Kebijakan tersebut berubah menjadi pelarangan penggunaan BBM subsidi untuk kendaraan pelat merah, TNI/Polri, pertambangan dan perkebunan. Tapi dalam pelaksanaannya, kebijakan ini juga masih banyak bocornya.
Kemudian, ada program
converter kit dengan tujuan memaksa kendaraan pribadi beralih menggunakan gas. Untuk tahap awal,
converter kit-nya diberikan gratis. Tapi lagi-lagi kebijakan ini tidak jalan karena minimnya infrastruktur gas dan lambatnya tender. Pemilik kendaraan pribadi yang sudah memasang
converter kit gigit jari.
Tidak hanya di situ, Kementerian ESDM juga mengeluarkan rencana pengendalian BBM subsidi dengan dua harga. Angkutan umum dan motor tetap membeli premium dengan harga Rp 4.500 per liter, sedangkan mobil pribadi harus membeli premium Rp 7.000 per liter.
Namun, kebijakan itu juga hanya sampai rencana saja. Alasannya, pemerintah kesulitan dalam pengawasannya. Selain itu, ada juga rencana pengendalian BBM subsidi berdasarkan kapasitas mesin. Kendaraan dengan mesin di atas 1.300 cc dilarang menggunakan premium. Tapi itu batal dijalankan. Lalu apakah nasib RFID dan
e-money akan sama dengan pendahulunya?
Vice President Corporate Communication PT Pertamina Ali Mundakir mengatakan, sistem wajib beli BBM subsidi dengan non tunai atau
e-money tidak bertentangan dengan sistem RFID.
Pengamat Energi Komaidi Notonegoro menilai, kebijakan pembelian bensin non tunai ini sangat membingungkan konsumen. Jika tidak siap, kebijakan tersebut akan kisruh karena tidak semua masyarakat paham dengan
e-money tersebut.
“Saya kira sebaiknya dibatalkan saja. Karena tidak efektif,†cetusnya. Dia tak bisa membayangkan bagaimana ruwetnya mencocokkan antara data dengan perbankan serta sosialisasi. ***