Kadin Ingatkan Pemerintah Tidak Berwacana Soal EBT

Kurangi Ketergantungan Impor Minyak

Jumat, 29 November 2013, 10:10 WIB
Kadin Ingatkan Pemerintah Tidak Berwacana Soal EBT
Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
rmol news logo Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta pemerintah tidak hanya berwacana soal pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).

“Bukan pertama kali dunia usaha mendengar pernyataan pemerintah mendorong pemanfaatan EBT. Itu hanya wacana dan tak pernah terealisasi,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Widjaja Kamdani, kemarin.

Karena itulah, untuk yang kesekian kalinya Kadin meminta pemerintah serius mengembangkan energi tersebut. “Kami akan terus mengingatkan pemerintah,” ucapnya.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, pengembangan EBT akan mampu mengendalikan volume importasi bahan bakar minyak (BBM) dan efeknya mengurangi tekanan defisit neraca perdagangan di sektor migas.

Seharusnya, tahun ini pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan riil dengan mendorong pemanfaatan EBT sehingga bisa mengurangi ketergantungan impor minyak. “Jika impor migas tidak bisa dikendalikan, ketergantungan impor akan naik dan itu menjadi beban karena akan berkontribusi meningkatkan defisit perdagangan,” ungkap Enny.

Pemerintah saat ini kembali mengembangkan empat jenis energi untuk mengurangi ketergantungan energi berbahan bakar fosil. Keempat jenis EBT itu adalah panas bumi, air, bioenergi dan surya.

Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan, Indonesia sebenarnya mempunyai banyak sumber EBT. Namun, saat ini pihaknya memfokuskan pengembangan empat energi tersebut.

Pasalnya, cadangan panas bumi di Indonesia mencakup 40 persen dunia. Namun, baru 5 persen yang termanfaatkan.

Rida mengatakan, saat ini 85 persen kebutuhan energi di Indonesia dipasok dari sumber fosil yakni minyak, gas dan batubara. Namun, pasokan energi tersebut terutama sebagian minyak berasal dari impor.

Ketergantungan impor ini makin besar seiring pertumbuhan ekonomi dan penurunan produksi minyak. Dampaknya, devisa makin banyak terpakai untuk impor minyak dan BBM serta meningkatkan subsidi.

Karena itu, pemerintah tengah merevisi target pemanfaatan EBT pada 2025 dari 17 menjadi 23 persen. “Kami akan memacu lebih banyak lagi EBT untuk menggantikan fosil,” ujar Rida. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA