Ketua Komite Daging Sapi (KDS) Jakarta Raya Sarman Simanjorang mengatakan, pemerintah tidak perlu mencari kambing hitam dengan mencari kesalahan pihak-pihak tertentu seperti adanya spekulan harga, RPH (Rumah Potong Hewan) yang tidak beroperasi, menyalahkan Bulog dan alasan lainnya karena harga daging sapi yang tak kunjung turun.
“Ini harus dijadikan sebuah pengalaman berharga dan saatnya pemerintah melakukan evaluasi secara komprehensif, transparan, jujur dan terbuka. Khususnya Kementerian Pertanian mengenai ketersediaan daging lokal yang mampu memenuhi kebutuhan pasar,†katanya di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, gejolak harga daging sapi yang sudah terjadi hampir 1,5 tahun ini murni karena faktor permintaan dan suplai yang tidak seimbang. “Semuanya kembali kekebijakan pemerintah yang menciptakan psikologi pasar terganggu cukup lama sehingga gejolak harga daging sapi yang tidak terkendali,†ujarnya.
Karena itu, untuk mengendalikan dan menormalkan kembali harga daging sapi ke harga Rp 70-80 ribu per kilogram (kg), Sarman meminta agar pemerintah segera mengambil kebijakan konkret. Caranya, kata dia, dengan membanjiri daging sapi ke pasar untuk mengembalikan atau menekan ke harga normal. Setelah itu, pemerintah mengendalikan dengan keseimbangan demand and supply.
Kemudian, lanjut Sarman, pemerintah mesti melakukan manajemen stok. Menurutnya, pemerintah harus mengadakan evaluasi dan perhitungan yang matang akan kebutuhan daging menjelang puasa, Lebaran, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru.
“Setidaknya empat bulan sebelum puasa pemerintah sudah memiliki angka yang baku berapa kebutuhan daging sapi dan yang paling penting dari mana sumbernya,†tutur Sarman.
Sekretaris KDS Jakarta Raya Afan Nugroho menambahkan, koordinasi kementerian terkait Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian harus ditingkatkan sehingga memiliki visi dan sikap yang sama dengan mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan sektoral kementerian masing-masing.
Ia mengatakan, untuk stabilisasi harga dan kebutuhan pasar agar sepenuhnya ditangani satu kementerian, yaitu Kementerian Perdagangan yang mengerti psikologi pasar.
“Kementerian Pertanian fokus saja untuk produksi dan mengadakan evaluasi kuota yang diberikan kepada industri olahan serta lebih mengutamakan kebutuhan daging untuk Industri Kecil dan Menengah (IKM),†katanya.
Selain itu, pemerintah juga harus mampu membuat kebijakan dan keseimbangan, khususnya kelompok dunia usaha yang berkaitan dengan tata niaga daging seperti keseimbangan antara jumlah impor daging beku, sapi bakalan, sapi siap potong serta mengendalikan harga agar di tingkat peternak lokal tetap terjaga dan tidak terganggu.
“Keberadaan importir-importir daging sapi agar dievaluasi kembali, khususnya sarana dan prasarana yang dimiliki untuk menghindari terjadinya jual beli kuota,†imbuh Afan.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nawir Messi mengungkapkan, adanya koordinasi yang disengaja dalam sejumlah titik distribusi daging sapi impor, yang membuat harga daging sapi di pasar terus menerus tinggi. Seakan-akan harga di pasar di-setting agar tetap tinggi. Menurutnya, koordinasi disengaja itu dilakukan oleh sejumlah pelaku pasar.
“Koordinasi disengaja ini jadi indikasi awal penyebab pergerakan harga yang akseleratif. Jadi persoalannya bukan hanya suplai yang tidak bisa memenuhi tingginya permintaan,†tudingnya.
KPPU kini tengah menginvestigasi seluruh sistem dalam kebijakan daging impor. Kebijakan yang diniatkan dapat menekan harga daging hingga saat ini gagal. Di sejumlah pasar, harga daging masih di atas Rp 90 ribu.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengklaim, daging daging sapi di pasar-pasar Jabodetabek mulai turun. “Ini kan RPH (rumah potong hewan) sudah mulai operasional hampir 100 persen. Kami sudah memantau, harganya sudah Rp 80-85 ribu per kg,†katanya.
Pihaknya juga sangat mengapresiasi langkah Bulog untuk menstabilisasi harga daging. Pihaknya berencana akan duduk bersama pimpinan Bulog untuk mencari langkah yang bijak terkait adanya kabar bahwa Bulog mengalami kesulitan ketika operasi pasar dan mendistribusikan daging tersebut ke pasar-pasar.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Srie Agustina juga mengakui, harga daging di pasar-pasar yang terletak di Jabodetabek mulai menurun. Dia menyebutkan, harga daging di Pasar Blok A, Jaksel, kini sudah tidak menyentuh Rp 100 ribu per kg. Lalu harga daging di Parung, Bogor, Jawa Barat dan Ciputat, Tangerang Selatan sekitar Rp 80-85 ribu per kg.
Sementara di Cengkareng, Jakarta Barat, harganya antara Rp 85-90 ribu per kg. Harga daging di Senen, Jakarta Pusat dan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, sekitar Rp 90 ribu per kg. “Di luar Jabodetabek harganya sudah di angka Rp 80 ribu per kg.
Yang harganya masih tinggi yaitu di Yogyakarta dan Bandung, Jawa Barat,†tuturnya. [Harian Rakyat Merdeka]